BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Para perajin batu bata di Boyolali ternyata diam-diam juga melirik proyek tol Solo-Yogyakarta.
Mereka memanfaatkan tanah areal pesawahan yang terkena proyek tol tersebut sebagai bahan untuk membuat batu bata.
Mereka berani mengambil tanah di sana, karena sepengetahuan mereka, tanah tersebut tidak terpakai.
Sebelum proyek digarap, maka lapisan tanah bagian atas disingkirkan terlebih dahulu.
Nah, tanah inilah yang dimanfaatkan para pembuat batu bata. Namun demikian, mereka tak bisa mengambil tanah secara gratis.
Mereka harus membeli tanah tersebut dari pengelola proyek dengan harga Rp 35.000/ rit.
Seperti terlihat di areal pesawahan Desa Guwokajen, Kecamatan Sawit. Terlihat sejumlah orang mencangkul tanah dan kemudian diangkut dengan mobil pikap.
Uniknya, pikap yang digunakan mengangkut tanah tersebut sama yaitu, mobil pikap Mitsubishi lama atau yang dikenal dengan nama Colt T.
Sebagian perajin batu bata membeli langsung tanah tersebut, utamanya perajin yang memiliki mobil pikap.
Namun perajin yang tak punya mobil pikap, terpaksa membeli tanah dari pemilik pikap dengan harga Rp 200.000/rit.
Seno (42) salah satu sopir pikap menaku, jika perajin batu bata mengambil sendiri, hanya cukup membayar Rp 35.000/rit. Namun kalau tanah diantar langsung sampai rumah maka harganya bisa sampai Rp 200.000/rit tergantung jaraknya.
“Tanah ini dibeli para perajin batu bata di wilayah Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo,” ujarnya, Rabu (13/10/2021).
Dalam sehari, dia bisa mengangkut tanah sebanyak 5 rit. Namun demikian, bukan berarti dia mendapatkan pemasukan sebesar Rp 1 juta.
Pasalnya, mobil yang dia kemudikan bukan miliknya sendiri. Namun mobil tersebut adalah milik juragannya.
“Untuk setiap rit, saya mendapat bagian Rp 35 ribu yang saya bagi dengan seorang pekerja.”
Siswadi (51) sopir lain mengaku mengendarai mobil milik sendiri. Bahkan, dia tidak membawa pekerja.
Artinya, kegiatan mengisikan tanah ke mobil dia kerjakan sendiri. Sehingga semua uang penjualan tanah tak perlu dibagi dengan orang lain.
“Tapi karena saya sendiri, ya maksimal hanya bisa mengangkut tanah dua rit/hari. Ya, semampunya saja.” Waskita