SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pelaksanaan seleksi penjaringan dan penyaringan perangkat desa di Sragen mulai diterpa isu tak sedap.
Meski baru memulai tahapan, rumor miring mulai beredar dan menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.
Salah satu isu yang mencuat adalah soal indikasi tarif yang dipatok apabila ingin lolos.
Angkanya pun terbilang fantastis karena ada di kisaran Rp 200 juta sampai Rp 500 juta tergantung formasi dan kondisi bengkok desanya.
“Iya, sudah ramai beredar kabar itu. Kalau mau jadi ya harus siap itunya (uangnya). Tarifnya variatif. Kaur dan Kasi ada yang Rp 150 juta sampai Rp 200 juta, bayan kabarnya ada yang dipatok Rp 250 sampai Rp 300 juta. Sekdes atau carik ada sampai Rp 500 juta yang bengkoknya bagus,” ujar salah satu tokoh di Karangmalang, HN, yang selama ini banyak mengamati proses di pemerintahan desa, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (24/11/2021).
Informasi itu, kata dia, bahkan sudah jamak terdengar di beberapa desa yang menyelenggarakan penjaringan. Namun saat ini modusnya disebut sudah makin rapi dan tertata.
Bahkan untuk menghindari calon tunggal karena warga lain sudah minder mendaftar, ada yang dipasang calon bayangan hanya untuk mengiring kandidat pembayar itu.
Meski sulit dibuktikan akan tetapi ia berharap fenomena itu bisa menjadi perhatian pihak terkait karena hampir selalu berembus di setiap momen seleksi perangkat desa.
“Ada pula informasi kalau transaksinya nanti belakangan kalau sudah jadi. Tapi ada juga yang transaksinya waktu subuh. Ada tim khusus yang bergerak. Sekali lagi ini hanya sebatas informasi yang kami dapat dari beberapa sumber di sejumlah desa. Boleh percaya boleh juga tidak, tapi silakan nanti dicermati gelagatnya. Kalau saya sendiri meyakini indikasi itu mungkin ada, cuma pembuktiannya yang sulit,” urai pria yang juga tokoh senior salah satu partai politik tersebut.
Ia pun menggambarkan indikasi permainan itu bisa dirasakan saat pengisian perangkat desa serentak di Sragen tahun 2018.
Saat itu, ada fenomena di mana hampir semua calon perangkat desa yang terpilih diketahui memiliki skor ujian tertulis dari LPPM sangat fantastis dan hampir seragam yakni di atas 90.
Nilai itu terpaut jauh dari kandidat-kandidat lain meski secara kompetensi lebih pintar atau berijazah sarjana sekalipun yang rata-rata skornya tak lebih dari 60.
Kala itu para calon terpilih yang nilainya mencengangkan juga bersikukuh mereka lolos secara wajar dan tidak ada bayar membayar.
Akan tetapi beberapa waktu sesudah jadi, ada yang ketahuan menjual sawahnya sampai ratusan juta untuk memenuhi komitmen.
“Dan sekarang pun dari desa yang sudah melakukan ujian dan mengumumkan hasilnya, kalau dicermati fenomena yang sama kan juga muncul. Persis tahun 2018, ada indikasi pola keseragaman pada skor ujian tertulis yang sangat fantastis. Dan isu tarif ratusan juta itu saat ini juga sudah banyak beredar di masyarakat. Saya meyakini tentu tidak akan ada asap kalau tidak ada apinya,” timpal aktivis dari LSM Topan RI Sragen, Dawam.
Tantang OTT
Atas maraknya rumor itu, ia pun meminta agar Satgas Saber Pungli yang beberapa waktu lalu sempat menggebrak dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT), bisa bergerak mengusut dan melakukan OTT serupa di seleksi Perdes saat ini.
“Iya, di desa ini saya juga buka satu lowongan perangkat desa. Jauh-jauh hari, tim sukses saat Pilkades sudah koar-koar nggak usah pada ikut daftar wong sudah dibooking untuk anaknya. Sudah disiapin angkanya ratusan juta. Yang mau daftar sudah didekati dan dibilangin begitu. Akhirnya warga lain yang mau daftar juga pikir-pikir akhirnya takut dan nggak jadi daftar. Makanya kalau berharap fair, agaknya susah Mas,” ujar FID, warga salah satu desa di Kecamatan Tanon.
Terpisah, Kabag Pemerintahan Setda Sragen, Dwi Agus Prasetyo mengatakan sejauh ini belum ada aduan atau permasalahan apapun terkait proses penjaringan penyaringan Perdes.
Sebab saat ini sebagian besar baru dalam proses memulai tahapan. Soal isu tarif ratusan juta untuk kandidat jadi, ia juga mengaku belum mendengar rumor itu.
“Belum ada aduan atau informasi soal itu. Karena ini sebagian besar desa juga baru memulai tahapan,” paparnya ditemui di Desa Padas Tanon, Selasa (23/11/2021).
Sementara, Sekda Sragen Tatag Prabawanto juga mengaku sejauh ini belum ada aduan atau komplain soal indikasi permainan uang dalam seleksi penjaringan penyaringan Perdes.
Ia justru mendorong apabila ada yang memiliki bukti, untuk tidak segan melapor ke aparat hukum.
“Kalau memang ada bukti kuat, silakan dilaporkan biar diproses secara hukum. Yang jelas sampai saat ini belum ada aduan atau keluhan apapun soal perangkat desa,” kata dia. Wardoyo