JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Seolah berpacu dengan kabar masuknya varian Omicron di Indonesia, maka pemerintah menggencarkan vaksinasi untuk anak.
Pemerintah akhirnya memulai vaksinasi anak usia 6-11 tahun pada 14 Desember 2021 lalu.
berdasarkan data sensus penduduk 2020, jumlah sasaran vaksinasi mencapai 26,5 juta anak. Langkah diambil seiring dengan mulai masuknya varian Omicron ke Indonesia.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menegaskan bahwa vaksin anak usia 6-11 tahun adalah usaha perlindungan ekstra bagi anak-anak dan orang-orang di sekitarnya.
Ia mengatakan Vaksin Sinovac yang diberikan pada anak, telah mendapatkan persetujuan penggunaan pada masa darurat atau Emergency Use of Authorization (EUA), serta penerbitan nomor izin edar dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (POM).
“Penerbitan EUA diberikan kepada obat atau vaksin Covid-19 yang masih dalam tahap pengembangan di masa pandemi semata-mata untuk memberikan perlindungan terbaik bagi seluruh masyarakat,” kata Wiku.
Berdasarkan hasil laporan ilmiah dari uji coba telah dilakukan, Wiku mengatakan pemantauan berkala kepada penerima vaksin di Cina.
Keputusan ilmiah itu mempertimbangkan keamanan dan kemampuan pembentukan antibodi sehingga vaksin dapat direkomendasikan untuk anak kelompok usia 6-11 tahun.
EUA yang diberikan juga menjadi upaya percepatan proses pengembangan registrasi dan evaluasi vaksin tanpa melupakan aspek mutu keamanan dan khasiatnya.
“Vaksinasi anak dilakukan di berbagai sentra seperti Puskesmas, Rumah Sakit, pos pelayanan vaksinasi, di sekolah atau satuan pendidikan lainnya maupun lembaga Kesejahteraan sosial anak,” kata Wiku.
Hingga hari ini, tercatat sudah ada 19 orang di Indonesia yang terpapar Omicron. Situasi ini membuat vaksinasi bagi kaum rentan, termasuk ibu hamil dan anak, semakin darurat untuk segera dilaksanakan.
Presiden Joko Widodo pekan lalu mengatakan hingga pekan lalu, baru 1 juta anak yang telah divaksin. Masih jauh dari target awal 26,5 juta.
Berdasarkan hasil laporan ilmiah dari uji coba telah dilakukan, pemantauan berkala kepada penerima vaksin di Cina.
Keputusan ilmiah itu mempertimbangkan keamanan dan kemampuan pembentukan antibodi sehingga vaksin dapat direkomendasikan untuk anak kelompok usia 6-11 tahun.
Ketiga, EUA yang diberikan juga menjadi upaya percepatan proses pengembangan registrasi dan evaluasi vaksin tanpa melupakan aspek mutu keamanan dan khasiatnya.
Vaksinasi anak dilakukan di berbagai sentra seperti Puskesmas, Rumah Sakit, pos pelayanan vaksinasi, di sekolah atau satuan pendidikan lainnya maupun lembaga Kesejahteraan sosial anak.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, vaksinasi memang harus segera dilakukan untuk menghambat laju Omicron di Indonesia.
Namun ia mengingatkan satu hal penting lagi, yakni memilih berita dan kabar dari sumber yang akurat.
“Jangan cepat terombang ambing akibat berita tidak jelas sumbernya, walaupun beredar di WA grup kita,” kata Tjandra.
Hal yang sama juga diungkapkan Wiku Adisasmito. Masyarakat dalam menerima informasi disarankan selektif dan mencermatinya berdasarkan fakta-fakta atau kajian berbasis ilmiah yang ada.
Masyarakat juga diminta bijak dalam menerima informasi dan malahan tidak menyebarluaskan atau membuat konten video tanpa basis ilmiah.
“Mohon siapapun untuk tidak membuat konten informasi yang salah dan tidak berbasis fakta serta data ilmiah dari sumber terpercaya. Karena terdapat sanksi hukum apabila menyebar dan menimbulkan misinformasi atau disinformasi,” kata Wiku.
Vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun ini dilakukan secara bertahap. Tahap pertama vaksinasi akan dilaksanakan di provinsi dan kabupaten/kota dengan kriteria cakupan vaksinasi dosis 1 di atas 70 persen dan cakupan vaksinasi Lansia di atas 60 persen.
Sampai saat ini sebanyak 8,8 juta jiwa dari 106 kabupaten/kota dari 11 provinsi yang sudah memenuhi kriteria tersebut, yakni Banten, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Bali.
Vaksin yang digunakan untuk sementara ini adalah jenis Sinovac dan sudah punya Emergency Use Authorization (EUA).
Pelaksana tugas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu menjamin ketersedian vaksin untuk anak ini.
“Ada 6,4 juta dosis untuk Desember dan kemudian Januari 2022 akan ada tambahan vaksin Sinovac dari Dirjen Farmalkes dan sudah datang, sehingga ini (vaksinasi untuk anak) tidak akan putus,” kata Maxi.
Bahkan, ia mengatakan Sinovac mulai tahun depan hanya akan digunakan untuk dosis anak. Ini menjadi catatan sehingga untuk vaksin non-Sinovac akan diprioritaskan untuk sasaran selain anak usia 6 sampai 11 tahun.