SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Seleksi pengisian penjaringan dan penyaringan perangkat desa (Perdes) di Sragen kembali menjadi sorotan.
Kali ini mencuat di Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal. Nilai yang diterbitkan lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang digandeng sebagai penyelenggara, memicu polemik dan kontroversi.
Sejumlah peserta mempertanyakan obyektivitas dan validitas nilai ujian tertulis dan praktik komputer peserta pemenang.
Sebab dari empat peserta yang menduduki ranking 1, hampir semuanya memiliki skor ujian tertulis sangat fantastis dan hampir sama.
Padahal tiga dari empat pemenang, hanya lulusan SMA dan satunya yakni anak Kades, berijazah D3.
“Tanpa bermaksud merendahkan kemampuan, tapi melihat skor ujian tertulis dan komputer peserta terpilih ini rasanya agak menggelitik. Kalau dilihat, empat pemenang semuanya mendapat nilai ujian CAT sangat tinggi dan nyaris sama. Yaitu 78, 83, 81 dan 82,” ujar Zaenal Arifin, kakak dari Ahmad Zaenuri, peserta di formasi Kaur Perencanaan, saat mengklarifikasi Ketua Panitia, Sunar, Rabu (8/12/2021).
Zaenal mengaku agak terkejut saat melihat skor dari LPPM. Adiknya yang belum lama lulus dari UNS dengan predikat cumlaude bisa dikalahkan oleh lulusan SLTA.
Tidak hanya adiknya, nilai ujian tertulis pemenang di formasi Kaur Perencanaan itu juga mengalahkan nilai 18 peserta lainnya. Padahal dari 18 peserta di formasi ini, 9 di antaranya adalah lulusan sarjana.
“Rasanya enggak nalar saja. Adik saya yang lulus cumlaude UNS juga bilang soalnya itu enggak mudah. Kalau bukan IQ jenius nilainya nggak akan sampai 80 atau 90. Adik saya saja cuma dapat nilai 78, lha yang menang lulusan SMA nilai ujian tertulisnya malah dapat 79. Komputernya yang menang dapat 17,4, padahal adik saya cuma 16. Berarti kan jenius sekali lulusan SMA bisa mengalahkan 9 sarjana,” ujarnya.
Selain pemenang di formasi Kaur Perencanaan, tiga peserta lain juga memiliki nilai hampir setara dan sangat tinggi.
Pemenang formasi Kebayan I yang lulusan SMA meraih nilai tertulis 81 dan komputer 17,6. Nilai itu terpaut hampir dua kali lipat lebih tinggi dari nilai peserta lainnya.
Lantas pemenang formasi Kebayan II pemenangnya juga lulusan SMA dengan skor ujian tertulis 82 dan 17,8 untuk komputer. Skor itu juga sangat jauh di atas peserta lain yang rata-rata hanya dapat separuhnya.
Termasuk di formasi Kaur Keuangan, anak Kades juga meraih skor tertulis 83 dan 17,4 untuk komputer. Lagi-lagi nilai itu terpaut sangat jauh dari peserta lain.
“Padahal di setiap formasi itu ada calon sarjananya. Bukannya kami merendahkan kemampuan lulusan SMA, tapi secara logika rasa-rasanya kok janggal lulusan SMA bisa mendapat skor ujian tertulis sampai dua kali lipat dari yang sarjana dengan standar soal sebegitu sulit,” urai Zaenal.
Fenomena Nilai Jenius
Dari catatan JOGLOSEMARNEWS.COM , fenomena di Gabus itu nyaris sama dengan yang terjadi di beberapa desa yang menggandeng LPPM UMS.
Seperti Desa Padas, Tanon yang barusaja menyelesaikan seleksi dan melantik 3 Perdes terpilihnya hari ini tadi.
Desa Padas juga menggelar pengisian dengan menggandeng LPPM yang sama yakni UMS. Begitu pengumuman, kisruh langsung muncul karena peserta kaget mendapati calon pemenang bisa meraih skor sangat fantastis.
Di mana dari tiga pemenang di tiga formasi, semuanya kompak mendapat nilai ujian tertulis 92.
Padahal mereka ada yang hanya lulusan SMA, sedang peserta lulusan sarjana nilainya tak sampai separuhnya.
“Bukan kami menyangsikan kemampuan, tapi rasanya agak janggal saja. Saya melihat materi ujiannya juga enggak mudah. Ada soal peraturan-peraturan, tapi ketiga-tiga pemenangnya nilainya luar biasa. Untuk sekelas ujian CAT, nilai 90 itu sudah masuk jenius. Kenapa nilainya semua sama 92, apakah memang standar berfikir mereka jenius semua,” ungkap Joni Baskoro, salah satu peserta seleksi Perdes di Padas belum lama ini.
Namun hasil seleksi di Padas sempat direvisi pada formasi Sekdes dan pemenangnya berubah.
Hal itu terjadi setelah ada komplain peserta dan berujung temuan 2 sertifikat pemenang awal yang ternyata tidak memenuhi syarat.
Selain Padas, fenomena nilai jenius pada ujian di LPPM UMS juga terjadi di Desa Kecik. Kecik yang menggandeng LPPM UMS dan ujiannya bersamaan dengan Padas, menghasilkan pemenang dengan nilai ujian tertulis 92. Nilai itu jauh di atas peserta lain dengan selisih hampir dua kali lipat.
Kewenangan LPPM
Menyikapi hal itu, Ketua Panitia Penjaringan Penyaringan Desa Gabus, Sunar mengatakan soal nilai ujian tertulis dan komputer, hal itu sepenuhnya kewenangan LPPM.
Panitia hanya menerima hasil berupa nilai dan diserahkan sehari pasca ujian.
Soal kecurigaan nilai peserta pemenang yang sangat tinggi padahal hanya lulusan SMA, ia menyebut ijazah tidak serta merta menjadi tolok ukur kompetensi atau nilai.
“Karena materi soalnya juga setara dengan kompetensi SMA karena syarat mendaftar perangkat kan hanya lulusan SMA. Kami juga enggak tahu ujian dan soalnya seperti apa. Yang jelas itu kewenangan universitas sana. Tugas kamu sehari setelah ujian, kami mengambil nilai ke LPPM bersama panitia lainnya. Nilai yang kami terima ya itu. Kalau dilihat ijazahnya, yang ranking 1 ada 3 orang yang lulusan SMA dan satu peserta anaknya pak Kades lulusan D 3. Di setiap formasi memang ada peserta sarjananya. Tapi sekali lagi soal nilai ujian itu kami hanya menerima dari LPPM,” terangnya. Wardoyo