YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Metode tracing ketika muncul kasus sebaran Covid-19, ternyata tidak harus dilakukan secara langsung pada manusia.
Namun, tracing dapat pula dilakukan melaui air limbah di kawasan di mana kasus terseut muncul. Metode ini dikembangkan oleh tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM Yogyakarta.
Ketua Pusat Kajian Penelitian Kesehatan Anak-PRO FKKMK UGM, Ida Safitri mengatakan penelitian ini sebagai alternatif yang dapat dilakukan dalam konteks surveilans atau pelacakan dini sebaran virus Covid-19.
“Penelitian ini kami lakukan sejak Juli 2021, kerja sama berbagai pihak, tidak hanya Indonesia, namun juga negara lain,” kata Ida usai menemui Wakil Gubernur DI Yogyakarta Paku Alam X di kompleks Kantor Gubernur Kepatihan Yogyakarta, Selasa (14/12/2021).
Ida menjelaskan, penelitian ini berupaya mendeteksi keberadaan virus Sars-Cov2 dari limbah.
Limbah ini dapat dikatakan sebagai alternatif mengingat proses pelacakan seringkali mengalami kendala di lapangan.
“Tidak mudah untuk tracing, yang tidak bergejala juga kadang tidak bersedia di-swab. Maka kami ambil sistem buangan limbah ini. Hasilnya bisa dirunut mana saja yang terdeteksi virusnya dan dihubungkan dengan kasus transmisi yang ada di wilayah sekitar itu,” kata Ida.
Sementara itu, peneliti utama surveilans Covid-19 air limbah dan lingkungan FKKMK UGM Indah Kartika Murni mengatakan sampling penelitian sejak Juli lalu telah dilakukan di tiga wilayah Yogyakarta, yakni di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul dengan masing-masing 10 kecamatan.
“Sampelnya dari manhole, sungai, lingkungan sekitar, tempat berkerumun seperti pasar, rusunawa, masjid, dan ruang lainnya,” kata dia. Sampel-sampel itu lantas dikirimkan ke laboratorium mikrobiologi untuk diperiksa. Prosesnya memakan waktu sekitar dua hari kerja.
Indah mengatakan hal ini juga dilakukan ketika penularan Covid-19 sedang tinggi seperti bulan Juli 2021 lalu.
“Waktu itu, dengan metode ini di mana tingkat penularan mencapai 80 persen, yang digambarkan melalui deteksi air limbah juga hasilnya sama yaitu 80 persen positif,” kata Indah.
Satu aspek positif penelitian dari limbah itu, hasilnya bisa diketahui lebih awal dibandingkan dari hasil PCR. Untuk skema deteksi melalui limbah ini sendiri akan dilakukan ketika terjadi peningkatan sebaran virus Covid-19 di masyarakat.
“Ketika ada peningkatan, maka kita lakukan deteksi, misalnya kalau terdapat hasil positif dari limbah, di sekitar situ berarti Covid-nya masih ada,” kata dia.
Untuk komunitas yang sudah dinyatakan negatif seperti saat ini, tapi hasil penelitian limbah menunjukkan hasil sebaliknya, bisa jadi masih ada kecenderungan tinggi penularan.
“Sehingga metode ini bisa menjadi rujukan atau early warning system agar ada intervensi pengambil kebijakan supaya virusnya tidak semakin menyebar,” kata Indah yang menyatakan kemajuan penelitian tim ini telah mencapai 85 persen.