Beranda Daerah Sragen Keberatan Penarikan Jatah Bengkok, FKKD dan Praja Sragen Sepakat Kirim Surat ke...

Keberatan Penarikan Jatah Bengkok, FKKD dan Praja Sragen Sepakat Kirim Surat ke Bupati. Desak Kajian Ulang Perbup 76

Wakil Ketua FKKD Sragen, Siswanto saat memberikan paparan dalam Rakor Kades se-Kabupaten Sragen, Senin (6/12/2021). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Paguyuban Kepala Desa dan Perangkat Desa di Sragen sepakat mengirimkan surat ke Bupati untuk mendesak dilakukan kajian ulang terhadap Peraturan Bupati (Perbup) No 76/2017.

Kajian diperlukan mengingat kebijakan penarikan tanah bengkok jatah Kades dan Perdes yang diatur dalam Perbup itu, dinilai tidak relevan dan telah memicu penolakan.

Kesepakatan itu tertuang dalam Rapat Koordinasi Kepala Desa se-Kabupaten Sragen bersama perwakilan Paguyuban Perangkat Desa (Praja) Kabupaten Sragen, di gedung Korpri Sragen, Senin (6/12/2021).

Wakil Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Kabupaten Sragen, Siswanto mengatakan hasil rapat koordinasi yang dihadiri semua Kades dan perwakilan Praja Sragen itu akhirnya sepakat mengirim surat ke Bupati.

Intinya mayoritas mendesak agar dilakukan kajian ulang terkait poin penarikan bengkok di Perbup 76.

Menurutnya, saat rakor, hampir sebagian Kades dan Praja memang keberatan dengan penarikan bengkok serta menghendaki kebijakan itu direvisi.

“Pertimbangannya ada beberapa hal. Yang jelas tadi sudah sepakat dari FKKD dan Praja akan berkirim surat ke Bupati untuk minta dilakukan kajian ulang Perbup 76. Kami minta dijadwalkan untuk kajian ulang,” tandasnya.

Rakor tersebut dilakukan dengan membahas dan melakukan kajian hukum terhadap Perbup No.76/2017, PP No.43/2015, dan PP Perubahan No.47/2015.

Sebelumnya, Sekda Sragen, Tatag Prabawanto menegaskan kebijakan penarikan tanah bengkok jatah Kades dan perangkat desa, sudah sesuai dengan regulasi.

Baca Juga :  Mantap! PAD Sektor PBB di Sragen Tembus 100 Persen, Ini Kata Bupati Yuni

Kebijakan penarikan tanah bengkok itu juga muncul atas regulasi-regulasi di atasnya.

Penegasan itu disampaikan menyikapi aksi protes paguyuban perangkat desa (Praja) terhadap SE penarikan tanah bengkok yang digelar melalui demo di Kecamatan Tanon, dua hari lalu.

“Kebijakan itu (penarikan tanah bengkok) sudah ada di Undang-undang 2014. Kemudian ada di PP, ada di PMD 20 tahun 2018. Jadi semua sudah sesuai regulasi,” paparnya kepada Joglosemarnewa.com, Senin (6/12/2021).

Tatag menyampaikan Perbub No 76/2017 yang mengamanahkan penarikan tanah bengkok itu juga sudah disusun mendasarkan payung hukum yang ada di atasnya.

Sehingga dipastikan tidak ada regulasi yang ditentang atau ditabrak dari kehadiran Perbup tersebut.

Menurutnya tidak ada kepentingan lain selain menyesuaikan regulasi dan menindaklanjuti aturan dari atas saja.

“Pertimbangan yang lain tidak ada. Kami di daerah hanya menindaklanjuti apa yang sudah tertuang di UU, di PP, di PMD saja,” tegasnya.

Soal tudingan kebijakan itu bakal menghilangkan Rp 3,5 miliar hak kades dan Perdes dari tanah bengkok, Sekda menepisnya.

Ia menggaransi hasil pelelangan tanah bengkok nantinya semuanya juga dikembalikan ke kades dan Perdes dalam bentuk tunjangan atau gaji bulanan.

“Merugikan dari mana? Lha wong nanti hasil lelang buat mereka 100 persen kok. Lha yang 5 persen itu kan BO (biaya operasional) lelang yang nerima ya panitia desa kono. Nggak ada yang masuk Pemda,” tegasnya.

Baca Juga :  Dukung Program Presiden Prabowo, Kapolres Sragen AKBP Petrus Parningotan Silalahi Hadiri Peluncuran Gugus Tugas Pendukung Ketahanan Pangan di Kecamatan Ngrampal

Pernyataan itu disampaikan menyusul aksi demo puluhan perangkat desa yang tergabung dalam paguyuban perangkat desa (Praja) Kecamatan Tanon di depan kantor kecamatan setempat, Jumat (3/12/2021).

Mereka menuntut Pemkab membatalkan peraturan bupati (Perbup) Nomor 76 tahun 2017 yang salah satunya mencantumkan penarikan tanah bengkok untuk jatah perangkat desa.

Wacana penarikan tanah bengkok atau eks bondo desa untuk dilelangkan desa dan nantinya dibayarkan dalam bentuk uang bulanan itu dinilai melanggar aturan dan sangat merugikan perangkat desa. Wardoyo