SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rentetan insiden petani tewas kesetrum jebakan tikus di Sragen memantik keprihatinan banyak kalangan.
Banyaknya korban jiwa yang sudah mencapai 21 orang selama 2 tahun terakhir akibat jebakan tikus, membuat sejumlah pihak mulai mengusulkan perlunya solusi yang aman memberantas hama tikus.
Salah satunya Bupati Sragen periode 2001-2011, Untung Wiyono. Ayahanda Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati itu mengaku prihatin atas rentetan fenomena kematian akibat kesetrum jebakan tikus.
Ia memandang pemakaian setrum jebakan tikus harus dihentikan. Sebab hal itu sangat membahayakan jiwa baik bagi pemasang, pemilik sawah maupun orang lain.
Sebaliknya, Untung merekomendasi solusi yang aman dan ramah lingkungan yakni dengan menggencarkan kembali gerakan gropyokan.
Menurutnya gropyokan yang dulu sering dilakukan harus kembali digencarkan untuk mengendalikan populasi hama tikus di sawah. Ia pun meminta dinas terkait menggerakkan kelompok tani atau petani untuk mengaktifkan kegiatan gropyokan.
“Gropyokan ini gerakan yang efektif karena bisa membasmi hama tikus dari yang kecil sampai yang besar. Hanya saja memang harus dilakukan serentak di semua wilayah. Jangan parsial, karena kalau hanya sebagian nanti bisa bermigrasi ke wilayah lain,” urainya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (3/1/2022).
Sumbang 10.000 Siwur
Senada, tokoh pengusaha Sragen, Budiono Rahmadi juga prihatin dengan begitu banyaknya korban jebakan tikus. Ia menilai hal itu menandakan strategi pengusir hama tikus lewat jebakan itu meski efektif tapi sangat berbahaya.
Karenanya ia meminta pemerintah desa, pemerintah kabupaten harus segera memberi solusi bagaimana membuat pencegahan hama tikus yang lebih aman.
“Kami berharap semua unsur bersinergi bahkan dengan ormas tidak apa apa atau tokoh masyarakat, ormas, tokoh agama bagaimana ini ada rembug bareng. Ini jadi PR besar agar di 2022 pemerintah mampu memberikan solusi untuk masyarakat dengan hal pemberantasan hama tikus,” ujarnya.
Ketua DPC Demokrat Sragen itu juga sependapat dengan solusi melalui gropyokan massal.
Untuk menggerakkan itu, dinas atau pihak terkait bisa memberikan stimulan berupa tebusan misalnya per ekor tikus yang ditangkap setiap gropyokan dihargai nominal tertentu.
“Misalkan 1 ekor Rp 2.000 atau berapa biar petani semangat,” ujarnya.
Bahkan ia siap menyumbang 10.000 siwur atau gayung sebagai hadiah per ekor tikus jika memang diperlukan atau disetujui oleh pemerintah desa atau pemerintah daerah.
“Jadi nanti satu tikus yang didapat bisa ditukar dengan satu gayung. Dengan begitu ada solusi dalam hal pemberantasan tikus sehingga tidak makan korban lagi,” tandasnya. Wardoyo