SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Meskipun zaman sudah semakin berkembang, sebagian kecil masyarakat di Sragen ternyata masih menjalankan tradisi nenek moyang dulu.
Salah satunya tradisi Jawa, Methil Padi yang biasa dilakukan di kalangan petani.
Tradisi memetik awalan padi di sawah menjelang panen itu terlihat masih dilakukan oleh petani di Tanon Sragen.
Seperti yang dilakukan Mbah Lagi (70) dan Mbah Parti (50) warga Dukuh Cengklik, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, Kamis (24/2/2022).
Meski dianggap sudah kuno, mereka tetap mempertahankan tradisi dengan menjalankan budaya methil.
Tradisi methil merupakan tradisi yang dilakukan oleh petani pendahulu saat padi sudah menguning. Tradisi ini digelar dengan melakukan prosesi memetik padi pingitan di tengah pesawahan disertai upacara kecil-kecilan dan hampir mirip dengan kondangan.
Acara ini dilengkapi dengan membawa nasi, ingkung ayam, kerupuk dan lauk pauk lengkap , botok landing, gereh (ikan asin) dan lainnya yang ditaruh di daun pisang dan daun jati.
Lalu dilengkapi dengan bunga mawar merah dan putih, merang dan kemenyan untuk di bakar terlebih dahulu sebelum didoakan bersama.
Ditemui wartawan, Mbah Lagi mengatakan bahwa methil atau wiwitan boyong mbok Sri dilakukan di sawah simbok Parti warga setempat. Tradisi itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat atas hasil padi yang baik.
“Itu tadi methil, tujuannya agem tilemaken wonten gedung peteng pon boyongi pokoke. Agar ayem tentrem, bermanfaat,” paparnya, Kamis (24/2/2022)..
Ia menyebut tradisi methil sudah berjalan turun temurun. Prosesi tasyakuran di sawah itu juga sebagai wujud terimakasih pada sang pencipta atas panen padi yang luar biasa.
Dalam prosesi methil, juga diiringi doa meminta kelancaran serta dijauhkan dari bahaya maupun hama yang bisa merusak tanaman padi.
“Iya kalau di Cengklik masih ada yang mengunakan adat seperti ini. Adat seperti ini sudah lama sejak dulu dan agar selalu dilindungi tanaman padi kita di sawah, dijauhkan dari hama tikus,” imbuhnya.
Seperti diketahui, dalam kurun dua tahun terakhir, pertanian di Sragen jadi sorotan nasional setelah merajalelanya hama tikus.
Hama tikus bahkan sampai membuat petani menggunakan perangkap setrum dan celakanya sampai menewaskan 22 orang petani.
Mbah Lagi juga merasa prihatin akan kemajuan jaman seperti saat ini, pasalnya banyak generasi sekarang yang meninggalkan asal usulnya sebagai orang jawa.
“Merasa prihatin, pasalnya banyak orang jawa yang meninggalkan tradisi Jawanya, yang lain sudah pada meninggalkan adat jawa ini,” ujarnya. Wardoyo