JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar sering disebut terkait dengan kasus pelanggaran kode etik KPK.
Kasus-kasus tersebut, mau tak mau telah berdampak pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sejumlah pegiat antikorupsi dan hukum melontarkan kritik kepada Presiden Jokowi dan Dewas KPK, karena keduanya tidak mengambil sikap terhadap rentetan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili Pintauli Siregar.
Menurut Dosen hukum pidana Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Roni Saputra, sebagai lembaga negara yang memilih Lili menjadi pimpinan KPK, pemerintah dan parlemen seharusnya turut bertanggung jawab.
Di antaranya dengan membekukan jabatan Lili.
Tujuannya, agar proses persidangan etik dan dugaan tindak pidana dapat diusut secara transparan.
“Supaya proses penegakan hukumnya berjalan baik, harus dinonaktifkan dulu,” kata dia dikutip dari Koran Tempo, Rabu (14/4/2022).
Roni menyebut Lili layak diberhentikan sementara lantaran disinyalir terlibat dalam sejumlah skandal pelanggaran etik dan dugaan tindak pidana. Berikut deretan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar:
- Menyalahgunakan kewenangan
Lili terbukti melakukan pelanggaran berat penyalahgunaan kewenangan. Anggota Dewan Pengawas, Albertina Ho, menyatakan Lili terbukti melanggar prinsip integritas yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Lili menekan tersangka kasus korupsi Bupati Tanjungbalai, M. Syahrial, untuk mengurus kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, yang bekerja di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo, Tanjung Balai. Majelis Etik kemudian memberikan sanksi berat. Gaji pokok Lili dipotong sebesar 40 persen selama 12 bulan sejak Agustus 2021.
- Diduga menerima suap
Lili Pintauli juga pernah terseret suap yang melibatkan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Dalam persidangan, Robin menyebut Lili berperan dalam perkara suap yang ia terima dari M. Syahrial. Untuk membongkar peran Lili, Robin kemudian menawarkan diri menjadi justice collaborator. Namun pimpinan KPK tak merespons niat Robin. Alasannya, keterangan terdakwa belum dapat dijadikan sebagai alat bukti.
- Menerima hadiah tanpa lapor KPK
Baru-baru ini Lili tersandung dalam kasus dugaan pemberian hadiah dari perusahaan negara tanpa lapor KPK. Komisioner KPK itu menerima tiket dan fasilitas hotel untuk menonton MotoGP Mandalika bulan lalu. Padahal kepergiannya ke Mandalika tidak berkaitan dengan tugas.
“Menonton MotoGP itu tidak ada hubungannya dengan kerja Lili sebagai pimpinan KPK,” kata Roni.
Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, juga mendesak Dewan Pengawas agar mengembangkan kasus menjadi dugaan tindak pidana penerimaan gratifikasi. Lantaran tak melapor ke KPK telah menerima hadiah, tindakan ini melanggar Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup,” kata Kurnia.