JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Praktik pencucian uang melalui kripto dinilai semakin meningkat di Indonesia. Karena itulah, diperlukan regulasi yang ketat untuk mengatur transaksi kripto di Indonesia.
Demikian dikatakan oleh Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavananda di kantornya, Jakarta, Jumat (8/4/2022).
Ia mengatakan, sebenarnya PPATK sudah mendeteksi risiko aset kripto rawan menjadi media pencucian uang sejak tahun 2013 silam.
“Kripto itu sudah kami deteksi sejak 2013, pada saat itu kami mengeluarkan peta resiko nasional Indonesia tentang pencucian uang dan pendanaan terorisme,” kataa Ivan.
Menurut Ivan, pemanfaatan kripto sebagai media pencucian uang bisa terlihat dalam kasus investasi bodong. Aset kripto dipakai untuk membayar fee kepada afiliator. Tujuannya untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana secara ilegal.
“Semakin besar resiko instrumen investasi, semakin besar kemungkinannya dimanfaatkan para kriminal yang ingin menarik manfaat dari ketidaktahuan masyarakat,” kata dia.
Ivan mengatakan berdasarkan riset PPATK jumlah pencucian uang melalui aset kripto cukup besar. Namun, dia belum menjelaskan detail jumlahnya.
Menurut dia, ancaman pencucian uang melalui kripto semakin meningkat di Indonesia. Maka itu, kata dia, perlu regulasi yang ketat untuk mengatur transaksi kripto di Indonesia.
“Regulasi di Indonesia belum cukup,” kata dia.
Ivan mengatakan edukasi mengenai investasi juga perlu dilakukan kepada masyarakat. Menurut dia, penegak hukum hanya bisa menangani penipuan saat kasus sudah meledak.
Menurut dia, yang lebih penting adalah kehati-hatian masyarakat dalam menentukan model investasi dan risiko setiap instrumen investasi.
“Yang lebih diutamakan adalah bagaimana masyarakat memiliki pemahaman terkait tingkat risiko dan lain-lain,” kata dia.