JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Meski secara regulasi terbuka kemungkinan untuk menerapkan hukuman mati, namun pihak Kejagung belum memberikan keputusan hal itu dalam kasus suap eskpor minyak goreng.
Diketahui, Kejaksaan Agung telah menetapkan 4 orang tersangka dan menjerat merka dengan pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal tersebut memungkinkan mereka menggunakan hukuman mati kepada para tersangka.
Akan tetapi, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febriansyah menjelaskan, penyidik belum bisa menjelaskan apakah mereka akan menndakwa dan menuntut para tersangka dengan hukuman mati.
Pasalnya, menurut dia, hal itu akan berkaitan dengan bagaimana penanganan kasus pidana khusus tersebut di Kejagung. Dia menyatakan mereka akan melakukan penegakan kasus korupsi dengan konsep baru.
“Termasuk salah satu kebijakannya itu akan memberikan hukuman berat. Terhadap pelaku yang kita lihat dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang akan kita tentukan kriterianya termasuk salah satunya dalam kondisi-kondisi negara sulit,” ujar Febri dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 22 April 2022.
Menurutnya, jika ada perbuatan hukum yang menyangkut masyarakat banyak serta merugikan pembangunan, maka akan dilakukan tindakan tegas.
“Ini menjadi konsentrasi kami, pasti akan kami lakukan penindakan tegas,” katanya.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka. Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana; Master Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia; Stanley MA, Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group; dan Picare Tagore Sitanggang, General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Keempatnya disangkakan pasal 2 atau pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Ayat 2 pasal tersebut berbunyi, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”
Kejaksaan Agung menuding para tersangka melakukan pelanggaran dengan permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam penerbitan izin ekspor.
Kedua, Kejagung juga menilai izin ekspor tersebut seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendefinisikan harga tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri.
Kemudian, para eksportir dinilai tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri sebagaimana kewajiban dalam Domestic Market Obligation (DMO), yaitu 20 persen dari total ekspor.
Keempat tersangka kasus mafia minyak goreng ini telah ditahan oleh Kejaksaan Agung. Akibat kasus ini, Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi mendapatkan tekanan untuk mundur.