SOlO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebanyak 174 warga terdampak penataan (WTP) HP 0001 di Kelurahan Mojo, di Kecamatan Pasar Kliwon telah mendapatkan kompor listrik sejak 3 bulan yang lalu dari PLN.
Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengkonversi tabung gas elpiji 3 kg ke kompor listrik untuk masyarakat miskin guna menekan impor gas epliji 3 kg.
Namun beberapa kendala dialami warga semenjak menggunakan kompor listrik ini.
Supriyani (42) warga RT 02/RW 03 Kelurahan Mojo misalnya. Dia menyebut penggunaan kompor listrik ini cukup membantu jika digunakan untuk memasak dalam kondisi santai atau tidak terburu-buru.
“Kalau masaknya santai nggak papa. Tapi kalau untuk masakan yang buru-buru gak bisa, agak lama misal untuk masakin anak mau sekolah, kan harus nunggu panas dulu. Tapi kalau ngiritnya ya memang ngirit listrik. Kalau cepat, enak kompor gas lebih cepat,” akunya.
Selain itu, penggunaan kompor listrik ini juga harus didukung dengan peralatan masak yang memadai. Meskipun dirinya sudah mendapatkan 1 wajan dan juga 1 panci.
“Cuma peralatannya kurang komplit. Karena harus stainless semua, wajannya harus khusus kompor induksi,” jelasnya.
Pertama kali menggunakan kompor listrik, Supriyani juga mengakui bahwa listrik bertegangan 900 watt dirumahnya sering jeglek atau mati karena kurang daya.
“Dulu pas pertama belum di setting jeglek (padam). Mungkin satu bulanan. Kalau dihidupkan sama magicom dan air mati. Tapi sekarang sudah disetting sama PLN jadi bisa bareng-bareng,” terangnya.
Hal serupa diakui Retno Mardi Ningsih, yang mengalami kendala sama yaitu peralatan masak yang kurang memadai.
“Kendala ke alat masaknya, kalau pakai kompor yang gas semua bisa pakai. Kalau pakai kompor listrik, harus khusus. Kalau manci buat masak air terus untuk masak sayur nggak enak,” katanya.
Untuk mengakali hal tersebut Retno mengaku masih menggunakan gas elpiji 3 kg. Yang dipergunakan untuk memasak air.
“Pakai gas cuma untuk masak air saja. Kalau masak sayur sudah pakai kompor listrik. Siapa tahu dapat lagi dari pemerintah alatnya,” ucap Retno.
Meski demikian, penggunaan kompor listrik ini diakuinya lebih aman dan ramah anak dibandingkan penggunaan kompor menggunakan gas elpiji.
“Ini misal masak kan gak bahaya ke anak-anak. Misal anak ikut lihat, gak bahaya. Anak usia 10 tahun juga bisa makai sendiri. Misal naruh plastik sampingnya juga tidak terbakar,” paparnya.
Namun Retno yang memakai listrik dengan sistem pembayaran pulsa. Mengaku pemakaian listriknya kini lebih cepat habis.
“Listriknya biasanya dulu Rp 50 ribu untuk 2 minggu. Sekarang hanya bisa 10 hari saja,” tandasnya.
Di sisi lain, Lurah Mojo, Nurochman, menyebut data penerima kompor listrik tersebut sudah disurvey oleh pihak PLN dengan menggandeng LPPM UNS.
“Jadi data awal memang campuran ada yang dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ada yang diluar itu. Kemudian dalam perkembangannya ada seleksi penerima. Terakhir dari hasil survey sekitar 121 penerima, lalu ada tambahan 60 lebih. Jadi sekarang sekitar 174 penerima,” katanya.
Ditambahkan Nurochman, sejauh ini belum ada laporan ke kelurahan terkait penggunaan kompor listrik tersebut.
“Tapi karena ini suatu proses konversi pasti ada konsekuensinya. Mereka merasakan memang ada plus minusnya. Kami sebagai pelaksana tidak bisa mengkritisi sebuah kebijakan,” pungkasnya. Ando