SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hari Batik Nasional diperingati setiap tanggal 2 Oktober. Momen bersejarah bagi batik sebagai warisan sejarah itu kembali hadir bertepatan hari Minggu (2/10/2022).
Bagi Sragen, batik kini seolah sudah menjadi salah satu produk andalan daerah. Berbagai produk batik khas diproduksi di beberapa desa sentra perajin batik di Bumi Sukowati.
Bahkan, tercatat ada dua desa yang menjadi sentra perajin batik yakni Desa Kliwonan dan Pilang di Kecamatan Masaran.
Di dua desa ini, produk batik tulis hingga berbagai jenis batik sudah puluhan tahun diproduksi oleh puluhan perajin.
Kades Kliwonan, Aswanda mengatakan di desanya, batik sudah menjadi warisan kerajinan yang turun temurun. Kisah batik di Kliwonan konon berawal dari salah satu pengusaha besar yang melestarikan seni membatik.
“Dari situ kemudian mempekerjakan warga sekitar untuk membatik. Kemudian ada juga kisah warga sini dulu merantau ke Solo membatik di kampung batik. Setelah pandai, kemudian membatik sendiri di desa hingga kemudian banyak yang menjadikannya sebagai usaha,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (1/10/2022).
Puluhan tahun berjalan, kini batik di Kliwonan ibarat menjadi urat nadi pencaharian separuh warga. Aswanda menyebut ada sekitar 28 sampai 30 perajin besar yang memproduksi batik di desanya.
Mulai dari batik tulis yang berharga mahal, batik printing atau cap hingga batik kombinasi. Setiap hari tak kurang dari 500 lembar batik dihasilkan dari Desa Batik Kliwonan.
Selama ini, batik produksi desa ini menyebar di jual ke Solo dan kota-kota besar. Aswanda yang juga memiliki usaha Batik Windasari itu menguraikan makna hari batik sangat besar berkontribusi terhadap perajin.
Tak hanya mengangkat pamor batik di kancah nasional, penetapan Hari Batik Nasional yang dicanangkan di era Presiden SBY itu juga turut mempopulerkan narik hingga mendongkrak omzet perajin meningkat.
“Kalau boleh dibilang, era kejayaan batik ya diawali setelah dicanangkan Hari Batik Nasional jaman Pak SBY itu. Saat itu omzet-omzet perajin nambah dan batik makin dikenal,” urainya.
Terhempas Pandemi
Namun cerita kejayaan itu sempat berakhir sejak kedatangan badai pandemi Covid-19 pada 2019 lalu.
Wabah virus yang melanda dunia itu membuat ekonomi global terpuruk karena pembatasan kegiatan termasuk ekonomi selama hampir 2 tahun penuh.
Kondisi itu berimbas buruk menghentikan semua usaha termasuk perajin batik. Aswanda mengisahkan selama hampir 2 tahun, semua perajin nyaris gulung tikar dan berhenti produksi karena tidak ada pembelian.
“Nggak ada penjualan sama sekali. Omzet turun 200 persen sehingga banyak yang berhenti. Saya saja terpaksa hanya produksi batik tulis yang mbuatnya lama agar tetap bisa mempekerjakan pembatik,” urainya.
Kondisi itu mulai berangsur membaik sejak meredanya pandemi akhir 2021.
Pelonggaran kegiatan termasuk usaha dan ekonomi, membuat batik perlahan mulai bangkit lagi.
Meski belum sepenuhnya pulih, setidaknya kini mulai ada secercah asa untuk bangkit kembali dari keterpurukan.
“Desa Kliwonan sudah dicanangkan Desa Wisata Batik sejak 2021. Sangat positif menaikkan pamor Batik khas Kliwonan tapi memang perlu dukungan dari pemerintah kabupaten. Terutama promosi melalui pameran-pameran agar batik khas ini bisa lebih dikenal lagi,” jelasnya.
Aswanda menambahkan batik khas Sragen dikenal dengan ciri dominan warna sogan atau warna alam. Untuk motifnya yang khas adalah motif pakem seperti Sidomukti, Wahyu tumurun, Sidoasih, Sido drajat dan sebagainya. Wardoyo