SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ancaman penurunan produksi padi akibat serangan kerdil rumput di Sragen menuai reaksi dari anggota komisi IV DPR RI Dapil Jateng IV, Luluk Nur Hamidah.
Ia mengaku telah melaporkan kejadian tersebut kepada Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian.
Luluk pun meminta perhatian serius dari kementerian terkait keterpurukan yang dialami oleh petani Sragen.
Sebab kerugian yang dialami petani di musim panen ini akan menambah beban petani yang sudah berat akibat dicabutnya sebagian subsidi pupuk.
Luluk meminta ada sosialisasi masif terkait asuransi tanaman dan mendorong agar petani mau ikut program asuransi yang juga disubsidi oleh pemerintah.
Selain itu, legislator asal PKB itu juga meminta ada uji lab secara menyeluruh untuk mendapatkan data yang akurat atau valid terkait penyebab gagal panen di Kabupaten Sragen.
“Saya juga meminta betul kepada petani agar mulai memikirkan cara-cara bijak dan berkelanjutan dalam pola tanam padi di Sragen. Pemakaian pupuk kimia berlebih selama berpuluh tahun dapat menyebabkan kondisi lahan menderita parah dan rentan serangan hama,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (12/10/2022).
Pemilihan benih unggul padi yang cocok ditanam dengan memperhatikan kondisi lahan yang ada juga dinilai sangat penting.
Oleh karenanya ia berharap peran penyuluh, pemerintah daerah hingga pusat benar benar nyata dan dapat dirasakan oleh petani.
Luluk juga menyampaikan jika Dirjen Tanaman berjanji akan turun mengirimkan petugas untuk cek lapangan dan berjanji untuk memberikan sosialisasi terkait asuransi tanaman pangan.
Produksi Merosot
Sebelumnya, serangan kerdil atau ngebrok benar-benar menjadi momok bagi petani di sejumlah wilayah di Sragen.
Serangan kerdil itu membuat produksi panen padi merosot tajam. Bahkan di sejumlah wilayah, panenan musim ini sangat jauh dari harapan.
Seperti di Kecamatan Sambungmacan. Di Desa Banyurip misalnya, banyak lahan padi mengalami kerdil hingga berimbas pada penurunan produksi.
Ketua Gapoktan Banyurip, Miyo mengungkapkan di wilayahnya hampir 80 persen areal terserang kerdil. Cirinya, pertumbuhan tanaman tidak normal, akar tak bisa panjang, padi tak bisa berbuah ibarat kayu sebelum berkembang.
“Hampir semua petani di wilayah kami mengeluh. Sebab sekitar 80 persen sawah diserang kerdil rumput atau ngebrok ini. Kalau manusia ya istilahnya stunting. Produksinya turun drastis, bahkan ada yang satu hektare hanya dapat 3 zak gabah. Petani benar-benar menangis,” paparnya ditemui JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (29/9/2022).
Tak hanya yang terserang kerdil, padi yang tumbuh tinggi dan normal pun, juga ikut-ikutan menurun produksinya.
Menurutnya, musim ini menjadi yang terburuk karena dari 209 hektare lahan padi di wilayahnya, hampir 40 persen terserang.
Kondisi itu diperparah dengan minimnya kepedulian dari dinas terkait. Alih-alih memberi bantuan, solusi pun tidak pernah diberikan untuk menekan serangan kerdil.
“Sebenarnya petani sudah berupaya dengan menyemprot pestisida seadanya. Dinas pertanian dan pengamat hama juga tidak bisa memberikan solusi. Makanya sampai sekarang obatnya ya belum ada. Ini kayak virus Covid-19. Petani hanya bisa pasrah dan terpaksa tetap menaman padi meski apapun risikonya. Saat ini petani jelas rugi besar,” urainya.
Ia berharap pemerintah bisa ikut sedikit memikirkan nasib petani. Misalnya jika ada bantuan BLT, petani yang terdampak bisa diberi bantuan.
Lantas untuk menekan kerugian, petani sangat berharap pemerintah bisa menjaga harga pembelian gabah (HPP) di angka Rp 5.500.
Dengan harga segitu, setidaknya bisa sedikit mengurangi kerugian di tengah merosotnya hasil panen.
Senada, Ketua Kelompok Tani Ngudi Pangan Banyurip, Hari Cahyono membenarkan fenomena merosotnya produksi padi akibat serangan kerdil musim tanam ini.
Tak hanya di desanya, serangan kerdil juga merata di wilayah Sambungmacan hingga Gondang. Ia mencontohkan, dari sawahnya seluas 1 patok yang barusaja dipanen, biasanya bisa dapat 2,5 ton, kali ini hanya dapat 13 zak atau separuhnya.
Ia merinci untuk lahan satu patok atau luasan 3300 sampai 4000 m2, biaya pengolahan, tanam, pupuk hingga panen bisa mencapai Rp 12 juta.
Jika panenan normal, biasanya bisa dapat hasil Rp 20 juta. Sementara dengan kondisi hasil merosot saat ini, hasil panen yang tidak parah hanya dapat maksimal Rp 10 juta.
Sedangkan yang parah, diprediksi paling banter hanya dapat Rp 2 sampai 3 juta saja.
“Itupun sawahnya nggak beli atau nyewa. Kalau nyewa lebih nangis lagi. Lha sewa sawahnya saja satu musim per patok sudah Rp 3 juta. Lahan sebelah itu bengkok Pak Bayan yang disewa warga, ini malah paling-paling cuma dapat 3 zak satu patok. Paling Rp 2 juta kalau dijual, apa nggak nangis yang garap Mas,” ucapnya.
Atas kondisi itu, Hari meminta agar dinas terkait bisa turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan dan mencari sumber pemicu serangan kerdil.
Kemudian segera mencarikan solusi untuk mencegah terjadinya serangan serupa. Sementara untuk menurunkan kerugian petani, ia sepakat meminta pemerintah menstabilkan harga gabah minimal di angka Rp 5000.
“Semua petani merasakan sakit dengan kejadian ini. Harusnya kalau ada kejadian ini dari dinas terjun langsung ke lapangan bukan hanya bersuara di kantornya. Selama ini kita terbebani untuk meningkatkan produksi gabah di kabupaten Sragen tapi kalau ada masalah nggak pernah ada solusi dan bantuan, gimana kita mau meningkatkan produksi,” ujarnya. Wardoyo
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com