SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus dugaan bullying atau perundungan yang menimpa siswi SMAN 1 Sumberlawang, S (14) memasuki babak baru.
Tak terima putrinya menjadi korban bullying gegara tak pakai jilbab atau hijab, orangtua iswi kelas X asal Desa Doyong, Kecamatan Miri, Sragen itu nekat melapor ke Polres Sragen, Rabu (9/11/2022).
Orangtua S, Agung Purnomo, melapor ke Polres bersama sang putri didampingi istrinya.
Pengusaha mebel itu melaporkan oknum guru matematika, SWN, yang diduga telah melakukan perundungan.
Setiba di Polres, mereka langsung melapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim dan diterima oleh Kanit PPA, Ipda Tri Ediyanto.
Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Agung mengatakan langkah hukum terpaksa diambil lantaran ia merasa pihak sekolah tak memberi ruang dialog atau mediasi.
Sementara, seusai kejadian perundungan, putrinya justru masih terus mendapat perlakuan yang sama dari kakak kelas dan tidak ada permintaan maaf dari oknum guru.
“Awalnya sekolah janji memberi ruang dialog, tapi sampai saat ini ruang untuk dialog itu tidak pernah ada. Ini adalah PR kita bersama bagaimana hal itu tidak terjadi lagi dan anak saya bisa bersekolah lagi dengan nyaman,” paparnya.
Agung justru menyoroti acara kampanye anti perundungan yang digelar sekolah beberapa waktu lalu samasekali tidak menyelesaikan masalah.
Menurutnya deklarasi itu tak ubahnya hanya sekedar seremonial belaka. Sementara atas apa yang menimpa putrinya, tidak ada action nyata dari sekolah untuk penyelesaian masalah itu.
“Faktanya setelah seremoni, anak kami tetap dibully kakak kelas dan telepon minta dijemput pulang,” jelasnya.
Agung menjelaskan sebenarnya tidak ingin masalah berlarut apalagi sampai ke ranah hukum.
Ia hanya ingin masalah itu diselesaikan dengan baik agar trauma yang diderita anaknya bisa hilang dan kembali ke sekolah tanpa ada rasa takut.
“Istilahnya, bagaimana korban harus digedekke atine (dibesarkan hatinya) dan pelaku sadar untuk tidak mengulangi lagi. Itu yang sampai saat ini tidak kami dapatkan sehingga kami terpaksa lapor ke polisi,” tambahnya.
Agung juga merasa tidak masalah jika anaknya dididik bagaimana menjalankan ibadah syariat Islam dengan baik.
Apalagi akhlak mulia, salat, berkerudung juga demi kebaikan sang anak. Hanya saja mendidiknya harus dengan cara yang baik dan jauh dari perundungan.
“Kami sepenuhnya yakin bahwa intoleransi dan radikalisme tidak ada tempat di negeri ini. Silakan didik anak kami dengan dijiwit, dikeplak, tapi jangan ada perundungan verbal, apalagi di depan teman-temannya,” tandas Agung.
Sementara, Kepala SMAN 1 Sumberlawang, Suranti Tri Umiatsih menjelaskan bahwa kabar dugaan perundungan tersebut hanya terkerucut dari bapak ibu guru.
Menurutnya ada hikmah besar dari kejadian tersebut.
“Kita harus introspeksi lagi untuk pelaksanaan di lapangan seperti yang diharapkan, setelah adanya ini, juga ada hikmah besar,” paparnya.
Suranti juga bakal mengevaluasi mengingat sekolah SMA N 1 Sumberlawang adalah sekolah penggerak.
“Kita diamanahi sama orang tua untuk mendidik anak selama di sekolah menjadi kewajiban kami, semaksimal mungkin bapak ibu mengajar sesuai poksinya, memaksimalkan waktunya, kebetulan sekolah kami sekolah penggerak yang harus mengoptimalkan bakat istimewa anak,” jelasnya.
Harapannya, tidak ada lagi aksi bullying di sekolah. Dinilai Suranti, saat ini banyak pengaruh buruk yang memengaruhi para anak untuk melakukan bullying. Dua di antaranya adalah pergaulan dan media sosial.
“Tak dipungkiri perubahan zaman digital saat ini, Jadi harapan kami ini menjadi pemahaman bagi anak-anak mengenai bullying. Sebab, kita perlu berikan pemahaman sedari dini agar bisa menghindari dan meningkatkan kepedulian,” imbuhnya. Wardoyo