Beranda Daerah Sragen Ratusan Buruh PT BATI Sragen Kekeh Tolak Dipindah Akal-Akalan. “Habis Manis Mau...

Ratusan Buruh PT BATI Sragen Kekeh Tolak Dipindah Akal-Akalan. “Habis Manis Mau Ditendang?

Ratusan buruh PT BATI di Dukuh Bulu, Purwosuman, Sidoharjo, Sragen saat menggelar aksi mogok massal di pabrik setempat, Rabu (23/11/2022). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ratusan buruh PT Bintang Asahi Tekstil Indonesia (PT BATI) di Dukuh Bulu, Desa Purwosuman, Kecamatan Sidoharjo, Sragen tetap kekeh menolak dimutasi atau dipindah di luar bidang keahlian yang sudah belasan tahun mereka tangani.

Mereka pun sepakat tidak akan mau dipindah dan menantang perusahaan untuk memberhentikan dengan pesangon seperti aturan Undang-Undang.

Sikap itu dilontarkan karena mengendus kebijakan mutasi awur-awuran itu dinilai hanya siasat untuk membuat pekerja tidak betah sehingga mau mundur pelan-pelan.

Siasat itu diduga untuk menghindari beban keuangan perusahaan membayar pesangon jika harus memberhentikan mereka. Sebab mayoritas pekerja itu sudah bekerja belasan hingga puluhan tahun.

“Kami tetap tidak akan mau dipindah ke bagian yang kami tidak menguasai dan bagian yang sulit. Untuk apa kerja kalau kita tidak menguasainya. Ini hanya akal-akalan agar kami menyerah dan mundur. Tapi kami tidak akan mau. Masa perusahaan mau enaknya sendiri, habis Manis mau Ditendang, pokoknya kami minta dipekerjakan di bidang yang dulu,” papar SIN, salah satu buruh bagian spinning yang sudah bekerja hampir 20 tahun saat aksi mogok massal, dua hari lalu.

Aksi mogok digelar di lingkungan pabrik. Tak kurang dari 300 buruh di bagian spinning dan bagian lain, bergerombol di lokasi pabrik namun mereka tidak mau masuk kerja.

“Kami hanya menuntut hak kami. Kami dari awal bekerja sesuai divisi dan keahlian, tapi kenapa mau dipindah ke bagian yang kami tidak menguasai. Ini sama artinya dengan membuang kami pelan-pelan agar tidak betah dan keluar sendiri,” ujarnya.

Baca Juga :  Optimalkan Swasembada Pangan, Kapolres Sragen AKBP Petrus Parningotan Silalahi Bersama Bhayangkari Kelola Lahan P2L

Buruh asal Purwosuman Sidoharjo itu menuturkan mayoritas yang mogok kerja itu memang sudah bekerja di atas 15 hingga 20 tahun.

Jika memang perusahaan ingin mengurangi karyawan, mestinya lebih baik diberhentikan namun dengan hal pesangon sesuai ketentuan peraturan.

“Jangan cari enaknya sendiri. Kalau memang sudah tidak dipakai ya dirumahkan, tapi dengan aturan dan beri hak pesangon sesuai ketentuan. Bukan malah dibuang ke bagian yang tidak dikuasai. Itu tidak manusiawi,” urainya.

Praktik itu sebenarnya sudah terendus sejak kondisi pandemi beberapa waktu lalu. Di mana pekerja yang jadi target dikurangi, mendadak mendapat surat pindah bagian yang tidak dikuasai di luar keahliannya.

Akibatnya, beberapa pekerja yang tidak betah dan tidak berani berontak, memilih mengalah keluar dari perusahaan.

Pekerja lain, SUT, menegaskan para buruh hanya menuntut haknya untuk bekerja seperti bidang keahlian yang sudah dijalani selama ini.

Sebab mayoritas sudah bekerja di atas 20 tahun. Jika perusahaan ingin melakukan pengurangan karyawan, bisa melakukan baik-baik dengan memberhentikan namun tetap harus memenuhi kewajiban pesangon sesuai ketentuan.

“Pernah ada pembicaraan soal pesangon. Tapi perusahaan hanya menawarkan Rp 6 juta. Jelas kami menolak. Karena aturannya pesangon itu sudah ada rumusnya gaji dikalikan dengan masa kerja. Minimal kami yang sudah belasan sampai 20 tahun kerja itu pesangon di antara Rp 15 juta-Rp 20 juta,” tuturnya.

Buruh wanita, Tumiyem menambahkan sebenarnya dirinya sudah mengajukan permohonan pensiun karena usianya sudah di atas 60.

Baca Juga :  Semakin Parah, KPU Sragen Gelar Rapat PPS di Hotel Berbintang, Tokoh Sragen Murka: Pemborosan dan Akal-akalan Anggaran

Namun permohonannya belum pernah direspon dan dikabulkan oleh perusahaan.

“Sempat mau dipanggil, tapi nggak jadi terus,” tandasnya.

Menyikapi aksi mogok itu, perwakilan perusahaan akhirnya keder. Mereka mengutus perwakilan untuk melakukan audiensi dan mediasi.

Setelah melalui perundingan dengan difasilitasi dinas, akhirnya perusahaan menyerah dan memutuskan membatalkan kebijakan memutasi butuh ke bidang lain.

Mereka akhirnya tetap dipekerjakan di tempat semula. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sragen, Muh Yulianto mengaku pihaknya sudah memonitor persoalan di PT BATI itu.

Pihaknya mendorong agar permasalahan itu bisa diselesaikan di tingkat Bipartit antara perusahaan dengan serikat pekerja setempat.

“Harapan kami bisa selesai bipartit. Kami tetap memonitor dan mengawasi. Butuh harus dipekerjakan lagi, kalau dimutasi ya sesuai dengan keahliannya. Kalau memang perusahaan mau memberhentikan ya harus memenuhi kewajiban pesangon sesuai ketentuan,” jelasnya. Wardoyo