JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Luhut Bilang OTT KPK Perburuk Citra Indonesia, Ini Penjelasan dari Eks Penyidik KPK

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Foto: Tempo.co
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Segala sesuatu dapat dilihat dari dua sisi, baik dan buruk, positif atau negatif. Begitu pula dalam hal Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di satu sisi, makin banyak OTT menunjukkan kinerja yang baik dari lembaga  KPK dalam melakukan pengungkapan dan penindakan kasus korupsi.

Namun, oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, banyaknya OTT di tanah air justru bisa memperburuk citra Indonesia di dunia internasional.

Mana yang benar?

Menanggapi hal tersebut, mantan penyidik senior KPK, Mochamad Praswad Nugraha menilai, Luhut tidak memahami esensi dari OTT itu sendiri.

Praswad menjelaskan OTT sejatinya merupakan bentuk tindak lanjut dari mekanisme penindakan whistleblowing system.

Ia menyebut sistem tersebut merupakan mekanisme dimana masyarakat dan atau whistleblower yang memprakarsai penindakan kasus korupsi oleh KPK sebagai pelapor adanya dugaan tindak pidana korupsi oleh pejabat negara.

“Sekarang bayangkan kalau OTT itu tidak ada. Bukan tidak mungkin keseluruhan laporan whistleblower tidak pernah ada tindak lanjutnya,” kata Praswad pada Rabu (21/12/2022).

Baca Juga :  Wilayah Pacitan Diguncang Gempa Magnitudo 5.1, Ini Penjelasan BMKG

Pria yang biasa disapa Abung itu juga menjelaskan OTT juga berfungsi sebagai pintu masuk pencegahan serta penindakan korupsi yang efektif.

Sebab, kata Praswad, banyak pengembangan kasus korupsi kecil-kecilan dari OTT yang menjadi megaproyek kasus korupsi.

“Salah satunya adalah kasus korupsi dana bantuan sosial atau bansos Covid-19 yang pernah saya tangani dulu,” ujar koordinator Indonesia Memanggil 57+ itu melalui pesan tertulis.

Menanggapi pernyataan Luhut yang menyebut pengawasan korupsi cukup dengan mekanisme digital, Praswad menyebut pemberantasan korupsi tidak semudah yang digembar-gemborkan.

Ia mengatakan pelaksanaan pengawasan digital seperti E-Katalog dan E-Procurement sangat rapuh dan mudah diakali.

“Misalnya saja dengan model korupsi arisan. Model tersebut para vendor bersepakat memenangkan pihak-pihak tertentu dengan imbalan yang sudah ditetapkan,” kata Praswad.

Mantan penyidik KPK lainnya, Lakso Anindito, juga sependapat dengan Praswad. Ia menilai OTT itu sebagai inovasi penting dalam penegakan hukum pidana.

Lakso menjelaskan ada dua esensi utama diadakannya OTT, yaitu membuat pejabat negara takut melakukan korupsi dan juga sebagai pintu pembuka pengungkapan kasus korupsi.

Baca Juga :  Nepotisme Jokowi untuk Pencalonan Gibran sebagai Cawapres Tak Terbukti di Sidang Putusan MK

“Tidak jarang penyidik KPK periode sebelumnya yang melakukan OTT dengan nilai korupsi puluhan juta menjadi miliaran rupiah. Tentu selama penegak hukum yang melakukan OTT berintegritas,” kata Lakso saat dihubungi Tempo, Selasa (20/12/2022).

Lakso juga mengatakan, proses OTT yang dilakukan oleh KPK tidaklah sederhana dan main-main. Ia menjelaskan proses tersebut dimulai dari proses pemantauan yang ketat hingga pada akhirnya penyidik harus yakin dengan bukti permulaan yang ada sebelum melakukan OTT.

“Jadi OTT bukan sembarangan asal sadap,” kata Sekretaris Jenderal IM57+ tersebut.

Sebelumnya, Luhut mengatakan OTT dapat memperburuk citra Indonesia di mata negara lain. Solusinya, ia mempromosikan ide digitalisasi pengawasan untuk pencegahan antikorupsi.

“OTT itu tidak bagus sebenarnya buat negeri ini. Jelek banget, gitu. Tapi kalau digitalize siapa yang mau melawan kita,” kata Luhut dalam sebuah acara di Jakarta pada Selasa (20/12/2022).

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com