JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM —Kendati Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan meninggalkan banyak problem di bidang demokrasi dan hak asasi manusia, namun masyarakat pers teguh berkeyakinan bahwa bagi pers yang berlaku tetap UU Pers yakni UU No 40 Tahun 1999.
Demikian ungkapan yang mengemuka dalam diskusi publik bertema “KUHP Baru : Karya Dekolonial atau Rekolonial?” yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Kamis (22/12/2022) bertempat di Sekretariat PWI Pusat Jakarta.
”Prinsipnya, UU yang khusus menyingkirkan UU yang bersifat umum, kecuali dinyatakan lain dalam UU yang belakangan,” ujar mantan Ketua Mahkamah Agung (MA), Prof. Bagir Manan, sebagai salah satu narasumber dalam diskusi tersebut.
Pada diskusi publik yang diikuti pengurus PWI di seluruh Indonesia melalui online, selain Bagir Manan tampil juga sebagai pembicara, dosen Universitas Brawijaya dan aktivis HAM Al Araf, serta pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik Wina Armada Sukardi. Bertindak sebagai moderator Agus Sudibyo.
Menurut Bagir Manan, hukum yang baik harus dibuat dengan adil dan bertanggung jawab. Adil harus memberikan kepuasan sebanyak mungkin orang. Kalau ada banyak yang tidak puas, harus dicari di mana letak ketidakpuasanya.
Adapun bertanggung jawab, jelas mantan ketua Dewan Pers itu, ada dua. Pertama, tanggung jawab politik, dan kedua tanggung jawab moral.
“Dalam konteks ini jangan sampai pelaksanaan KUHP nanti menjadi kesewenang-wenangan yang menjadi ketidakpuasan banyak orang,” kata Bagir.
Dalam acara itu Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari menegaskan, kemerdekaan pers tak mungkin dilepaskan dari dukungan masyarakat yang demokratis. Keduanya saling berkaitan erat karena saling mempengaruhi. ”Di sinilah kami melihat beberapa pasal KUHP bermasalah dalam mengembangkan masyarakat yang demokrasi,” tegas Atal.
Selanjutnya Atal mengungkapkan, pihaknya akan menyusun program untuk mensosialisasikan problem-problem KUHP sekaligus mencari jalan terbaik untuk mengatasinya. “Kita bisa pilah-pilah dan fokus pada aspek -aspek tertentu,” katanya.
Pada acara itu Wina Armada menguraikan, 200 tahun di Amerika Serikat ada Sedittion Act atau UU tentang Penghasutan. UU ini membawa korban dua wartawan Amerika yang ditangkap dan dihukum berdasarkan undang-undang itu.
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com