JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM -Belajar dari kasus Covid-19 yang lalu, pemerintah kini mulai bersikap antisipatif, salah satunya terhadap virus influenza A (H5N1) clade baru 2.3.4.4b atau penyakit flu burung.
Kementerian Kesehatan menerbitkan surat edaran agar pemerintah daerah mewaspadai Kejadian Luar Biasa (KLB) virus tersebut.
Surat edaran itu telah diterima salah satunya oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
“Saat ini memang belum ada laporan penularan ke manusia, tapi kita tetap harus waspada,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/2/2023).
Maxi meneken Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Nomor PV.03.01/C/824/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Flu Burung (H5N1) Clade Baru 2.3.4.4b pada 24 Februari 2023.
Surat ini merespons wabah virus H5N1 yang tengah merebak di Amerika, Eropa, dan Asia, khususnya Cina serta Jepang. Dalam surat edaran itu tercatat meningkatnya perpindahan virus H5N1 dari burung liar ke spesies mamalia di beberapa negara di Eropa dan Amerika Utara.
Menurut Maxi, penularan ini perlu diwaspadai mengingat mutasi virus yang cepat dan konsisten pada mamalia. Alhasil, virus memiliki kecenderungan zoonosis dan berpotensi menyebar ke manusia.
Karena itulah, Kemenkes meminta para Kepala Dinas Kesehatan, baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan instansi di bidang fungsi kesehatan hewan serta sektor terkait lain.
Tujuannya guna mencegah dan mengendalikan flu burung pada manusia
Selain itu, perlu untuk mengintensifkan kegiatan surveilans dan tim gerak cepat (TGC), terutama dalam mendeteksi sinyal epidemiologi di lapangan.
Kemenkes mendorong daerah yang menjadi sentinel surveilans influenza like illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) untuk meningkatkan kewaspadaan dini saat menemukan kasus suspect flu burung.
Setiap ditemukan adanya kasus suspect flu burung, Puskesmas harus segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui sistem Surveilans Berbasis Kejadian (Event Based Surveillance/EBS) serta Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).
Setelah itu, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota segera melaporkan kasus suspect flu burung dalam waktu kurang dari 24 jam ke PHEOC Ditjen P2P Kemenkes. Langkah selanjutnya adalah berkoordinasi dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan setempat. #tempo.co