JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Solo

Dinilai Ancam Masa Depan Pekerja Sektor Padat Karya, MPSI Tolak Pasal Diskriminatif Soal Tembakau di RUU Kesehatan

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo / Istimewa
   

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Polemik Pasal Pengamanan Zat Adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan berdampak pada kekhawatiran seluruh masyarakat yang terlibat dalam sektor pertembakauan.

Para pihak yang merasa khawator itu  termasuk para pekerja di pabrikan sigaret kretek tangan (SKT).

RUU Kesehatan yang praktis secara langsung menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam kelompok yang sama, mendiskriminasi para pekerja yang didominasi oleh pekerja perempuan.

Kekhawatiran akan masa depan pekerja tersebut disampaikan Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo.

“Upaya Kementerian Kesehatan yang memposisikan tembakau sama dengan barang ilegal jelas sangat mengancam masa depan para pekerja di segmen SKT dan keberadaan pabrikan di daerah. Selama ini para pekerja perempuan khususnya telah menjadi tulang punggung keluarga, yang harusnya mendapat perlindungan, kini akan disamakan dengan pekerja ilegal,” papar Sriyadi, Selasa (16/5/2023), sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

Baca Juga :  Teguh Prakosa, Wakil Gibran Akan Daftar Jadi Calon Walikota Solo, Yakin Partainya Melihat Figur Internal

MPSI selama ini, lanjut Sriyadi, tidak hanya menjadi dapur rezeki bagi karyawan yang bekerja di pabrik, tetapi juga menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan.

Hal itu karena keberadaan MPSI dapat memacu usaha-usaha lain untuk tumbuh dan berkembang. Saat ini ada sekitar 45 ribu tenaga kerja SKT di bawah naungan paguyuban MPSI.

“Kami memohon, pemerintah dapat bijak melihat realita perekonomian yang ada di daerah. Tolong dihapus Pasal 154 Mengenai Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan demi keberlangsungan pertumbuhan sektor padat karya. Jangan sampai regulasi yang tidak adil dan diskriminatif ini menghambat siklus penyerapan tenaga kerja dan perputaran perekonomian daerah,” ujarnya.

Baca Juga :  Keseruan Melihat Anak Hariamau Benggala di Solo Safari Saat Libur Lebaran

Sriyadi berharap pemerintah tetap menjaga kesinambungan dan kepastian kegiatan usaha khususnya di sektor padat karya.

“Kami butuh perlindungan dari pemerintah pusat agar mampu terus tumbuh dan berkembang. Jangan sampai regulasi yang ada, seperti Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan, justru berbanding terbalik dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan pekerja,” tukasnya. Suhamdani

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com