JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai pernah menolak gugatan judicial review terkait sistem Pemilu pada tahun 2008 silam.
Karena itu, jika sampai kali ini MK mengabulkan gugatan serupa dan mengeluarkan putusan pemilu dengan sistem proporsional tertutup, hal itu berarti MK telah bermain di dua kaki.
Penilaian itu dilontarkan oleh Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto.
Ia menegaskan, sudah selayaknya MK menolak gugatan judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu khususnya tentang sistem proporsional tertutup.
“Kalau sampai MK memutuskan hal yang berbeda dari yang tahun 2008, itu artinya MK sedang bermain dua kaki,” kata Yandri dalam konferensi pers yang dihadiri 8 ketua fraksi DPR tentang penolakan kembalinya sistem proporsional tertutup, di Kompleks DPR Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Dikatakan, MK memang pernah menolak gugatan UU Pemilu saat digugat pada tahun 2008.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai sudah tidak digunakan lagi.
Akan tetapi, UU Pemilu kembali digugat ke MK pada November 2022. Adalah kader PDIP Demas Brian Wicaksono dan lima koleganya yang mengajukan gugatan tersebut ke MK.
Salah satu pasal yang digugat adalah tentang pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2.
Dalam gugatannya, Demas dkk menganggap sistem proporsional tertutup membuat calon legislator satu partai bakal saling sikut demi mendapatkan suara terbanyak.
Selain itu, besar kemungkinan peluang terjadinya politik uang. Dia menyebut, kader berpengalaman acap kali kalah oleh kader dengan popularitas dan modal besar.
Gugatan tersebut saat ini tengah berproses di MK. Proses persidangan tinggal menunggu penyerahan kesimpulan dari pihak-pihak terkait pada 31 Mei 2023 dan akan dilanjutkan dengan Rapat Pemusyaratan Hakim untuk memutuskan diterima atau tidaknya gugatan tersebut.
Menjelang tahap akhir gugatan ini, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengaku mendapatkan kabar bahwa MK akan memutuskan mengembalikan sistem proporsional tertutup.
Dia mengaku mendapatkan kabar itu dari sumber yang dapat dipercaya. Denny mengatakan bahwa 6 hakim menyatakan setuju, sementara 3 lainnya menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Ketika isu itu bergulir, 8 fraksi partai politik di DPR menyatakan menolak kembalinya sistem proporsional tertutup, termasuk dari fraksi PAN. Yandri mengatakan apabila MK memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup, berarti MK sudah mengangkangi aspirasi rakyat.
“Kami ini kan representasi dari aspirasi rakyat, maka sikap negarawan itu dituntut kepada MK,” kata dia.
Yandri juga mengungkit putusan MK perihal ambang batas presiden atau presidential threshold. Dia bilang MK berulangkali menolak gugatan itu lantaran dianggap sebagai kewenangan pembuat UU atau open legal policy. Dia mengatakan hal serupa juga seharusnya dilakukan terhadap gugatan UU Pemilu, lantaran sistem proporsional dalam Pemilu merupakan open legal policy.
“Di sistem pemilu kenapa itu sepertinya mau diacak-acak, kami berharap MK berkomitmen dengan putusan tahun 2008 dan tetap proporsional terbuka,” kata dia.