GARUT, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus guru ngaji cabul asal Garut, Jawa Barat yang memakan 17 korban ini mulai terkuak.
Aep Saepudin (50), si guru ngaji cabul itu resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap 17 murid laki-laki.
Dari pengakuannya, aksi pencabulan itu sudah sudah dilakukan sejak bulan lalu di rumahnya yang terletak di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.
Para korban guru ngaji cabul itu merupakan murid yang datang ke rumahnya untuk belajar mengaji.
Adapun, tersangka sudah mulai mengajar mengaji di rumahnya sejak tahun 2022 lalu.
Kasat Reskrim Polres Garut, Polda Jabar, AKP Deni Nurcahyadi mengatakan, kasus itu terungkap setelah salah satu korban berani melapor ke orang tua.
Orang tua korban kemudian mengumpulkan orang tua murid lain dan terungkap jumlah korban mencapai 17 anak.
“Orang tua tersebut kemudian melapor ke kami atas perbuatan cabul yang dilakukan oknum guru homeschooling tersebut,” paparnya, Kamis (1/6/2023).
Para korban pencabulan oleh guru ngaji cabul itu rata-rata masih berusian 8 tahun hingga 12 tahun.
Dalam melancarkan aksinya, tersangka guru ngaji cabul itu membujuk para korban dan mengancam akan memberi hukuman jika melapor.
“Kemudian setelah membujuk rayu, dia mengancam kepada anak-anak tersebut, yaitu mengancam dengan kalimat ulah bebeja ka sasaha bisi diarah (jangan bilang kepada siapa-siapa nanti diincar),” imbuhnya.
Sejak tahun lalu tersangka tinggal seorang diri di rumah karena istri dan anaknya telah meninggal.
Ketika ditangkap, tersangka sempat membantah telah mencabuli murid-muridnya. Namun setelah pemeriksaan intensif tersangka mengakui semua perbuatannya.
AKP Deni Nurcahyadi mengatakan tersangka mengaku memiliki penyimpangan seksual karena pernah menjadi korban pencabulan di masa lalu.
“Kemungkinan ada kelainan seks karena dari informasi history dari pelaku tersebut, pelaku mengalami juga kejadian tersebut (kekerasan seksual) saat kecil dengan perlakuan yang sama,” paparnya, Kamis (1/6/2023), dikutip dari TribunJabar.id.
AKP Deni belum dapat menyimpulkan jenis pencabulan yang dilakukan oleh tersangka karena hasil visum dari rumah sakit belum keluar.
“Kami belum bisa bilang begitu, karena masih melakukan rangkaian penyidikan, yaitu masih menunggu hasil visum,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua MUI Garut, KH Sirojul Munir menjelaskan tersangka tidak memiliki riwayat pendidikan pondok pesantren.
Ia meragukan status tersangka sebagai guru ngaji karena tidak pernah mengenyam pendidikan agama.
Selama ini, tersangka telah berbohong dengan berpura-pura pernah belajar di sebuah pondok pesantren.
“Kesimpulan saya, dia ini bukan ustaz, tapi ustaz abal-abal yang mengaku ustaz begitu, jadi oknum masyarakat yang mengaku ustaz,” ungkapnya.
Menurutnya orang tua harus selektif memilih lembaga pendidikan untuk anak-anaknya agar kejadian seperti ini tidak terulang.
“Jangan salah menitipkan anak untuk diberi pelajaran kepada ustaz yang abal-abal, nantinya bahaya seperti yang terjadi saat ini, jadi harus selektif,” tandasnya.
Tersangka terancam dijerat dengan pasal pencabulan anak di bawah umur dengan ancaman 15 tahun penjara dan ditambah sepertiga hukuman karena korban lebih dari satu.