Beranda Daerah Solo Politisi “Ingusan” Soloraya Siap Menangkan Pertarungan Pemilu 2024

Politisi “Ingusan” Soloraya Siap Menangkan Pertarungan Pemilu 2024

Suasana diskusi bertema "Politisi Ingusan Bisa Apa?" yang digelar oleh Forum Diskusi Pasar Gedhe menampilkan sejumlah politisi muda dari Soloraya. Foto: dok

 

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Para politisi muda Soloraya siap memenangkan pertarungan politik 2024. Demikian tergambar dalam sarasehan Forum Diskusi Pasar Gede yang bertema “Politisi Ingusan Bisa Apa?” di Cendhono Coffee, Pasar Gede Barat, Jumat (14/7/2023). Sarasehan dipandu Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul.

Hadir dalam sarasehan itu Bacaleg DPRD yang juga Ketua DPD Partai Golkar Karanganyar, Ilyas Akbar Almadani (25 tahun), Bacaleg Partai Golkar yang saat ini juga anggota DPRD Karanganyar, Arief Tri Wahyudi (28 tahun), Bacaleg DPRD yang juga menjabat Ketua DPD Partai Golkar Solo, Sekar Tandjung (26 tahun).

Lalu ada Bacaleg DPRD Boyolali dari PDIP, Muhammad Shoma Ma’rifatullah (21 tahun), Bacaleg Partai Gerindra yang sekarang menjabat anggota DPRD Solo, Yudha Sindu Riyanto (28 tahun), Bacaleg Partai Gerindra DPR RI Jateng V, Adik Sasongko (32 tahun), Bacaleg DPRD Solo dari PSI, Sonny ST (41 tahun), Bacaleg DPRD yang juga Ketua DPD PSI Klaten, Yusuf Andy Pratama (35 tahun) dan Bacaleg Partai Perindo, Sugeng Santoso.

Foto :dok panitia

Bacaleg PDIP Boyolali, Muhammad Shoma menyatakan sesungguhnya sejak kecil dididik almarhum bapaknya untuk menjadi pengusaha. “Kelas VIII saya menyisihkan uang saku untuk membeli buku ‘Di Bawah Bendera Revolusi’. Saat itu harganya Rp 500 ribu. Dari situ punya gagasan ingin berpolitik. Saya paling cocok masuk politik dari platform nasionalis. Alhamdulillah DPC PDIP Boyolali menyiapkan 10 caleg muda di Boyolali. Langsung diberi bimbingan dari Pak Seno (Seno Kusumoharyo-red),” ujar pemuda yang mengidolakan Bung Karno ini.

Bacaleg DPR RI dari Partai Gerindra, Adik Sasongko, menyatakan, masuk politik karena saran dari bapaknya. “Saya anak orang biasa. Ayah seorang penjaga WC Umum di Pasar Nusukan. Saya memutuskan terjun politik karena ‘dhawuh’ Bapak. Beliau mengatakan, bila kedua tangan hanya bisa untuk membantu 70 orang buat apa? Maju saja, agar dua tanganmu bisa untuk membantu orang lebih banyak, demikian kata bapak saya,” tutur pemilik Kafe Omah Prahu di kawasan Waduk Cengklik yang mengagumi Gibran Rakabuming ini.

Baca Juga :  Perayaan Hari Nasional Uni Emirat Arab ke-53 di Masjid Zayed Solo Malam Nanti Akan Undang Jokowi

Sementara itu Bacaleg DPRD yang juga Ketua DPD Partai Golkar Solo, Sekar Tandjung, menyatakan sebagai politisi muda, yang bisa dilakukan adalah memberi warna berbeda. “Mungkin ada yang menganggap sebelah mata, belum percaya, atau ide-idenya aneh dan tidak konvensional. Justru itu yang menjadi keunikan kita. Inilah nafas baru yang bisa kita tawarkan,” kata Sekar.

Foto : dok panitia

Di sisi lain, putri politisi senior Akbar Tandjung ini menyatakan, politisi muda tak bisa lepas dari tradisi dan arahan dari senior. “Sinergi harus ada. Harus mempertimbangkan apa yang diarahkan, juga harus merebut kepercayaan masyarakat. Menawarkan sesuatu yang baru, lebih berkesesuaian dengan keinginan anak muda yang baru berpolitik,” lanjut perempuan yang menjadikan ayahnya sebagai panutan, dan mengagumi Gus Dur serta eks kanselir Jerman, Angela Merkel ini.

Bacaleg PSI untuk DPRD Solo, Sonny ST, menyatakan politisi muda disebut ingusan itu adalah sebuah kewajaran. “Kalau muda masih ingusan itu wajar. Yang kebangetan kalau sudah tua tapi masih ingusan, “ kata dia. Modal politisi muda, lanjut Sonny, adalah semangat. Yang kedua modal sehat untuk membuat suatu perubahan.

Sementara Ilyas Almadani mengutarakan, Ilyas Akbar Almadani menyatakan, sebagai politisi “ingusan” dirinya belum bisa apa-apa, tapi bukan berarti tidak berbuat apa-apa. Politisi baru itu bisa apa-apa, menurut Ilyas bila sudah masuk fraksi. Di situlah nantinya akan berjuang untuk bisa apa-apa sesuai perannya di legislatif.

Baca Juga :  Wapres Gibran Mencoblos di TPS 18, Ketua KPPS: Kita Standar Tak Ada yang Istimewa

Disinggung tentang sosok ayahnya Juliyatmono, yang seorang politisi senior Golkar Karanganyar, Ilyas menyatakan, “Mengutip Tan Malaka, pemuda itu yang dimiliki adalah ideologi. Bukan karena keluarga politisi.”

Awalnya dirinya idak ingin berpolitik. Bahkan ia pernah mendaftarkan diri di Akpol karena ingin menjadi polisi, tapi tidak diterima. Lalu mau kuliah Tata Kota di UGM tidak diterima juga, dan justru diterima di Prodi Politik dan Pemerintahan UGM. Kemudian aktif berorganisasi. “Dari situ mulai tertarik dan masuk AMPI (sayap partai Golkar) dan keterusan sampai saat ini.”ujarnya.

Soal strategi pencalegan, Ilyas menempuh  jalur  teritorial, canvasing dan jalur udara juga. “Infanteri siap pasukan tempur datang. Memperluas jaringan, memperkuat basis. Lewat medsos juga,” jelasnya.

Forum Diskusi Pasar Gedhe ini digagas oleh sejumlah personel dari berbagai latar belakang yang ingin membangun ruang dialektika di antara komponen dan elemen masyarakat yang dinilai masih kurang di Solo. (Ali)