YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sudah dua tahun sejak pandemi kemarin, prosesi ritual Sekaten di Keraton Yogyakarta tidak disertai dangan hiburan pasar malam yang biasa digelar di Alun-alun Utara, Yogyakarta.
Mengenai halitu, Tepas Tanda Yekti Keraton Ngayogyakarta, KMT Tirtawijaya mengatakan, sekaten dan pasar malam sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda.
Ia menjelaskan, Sekaten merupakan rangkaian upacara tradisional yang diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sementara itu, pasar malam adalah murni sebuah acara hiburan.
“Karena mindsetnya masyarakat sekaten adalah intinya pasar malam. Sebenarnya tidak, itu hal berbeda,” ungkap Tirtawijaya saat konferensi pers di Kompleks Kepatihan Jumat (22/9/2023).
Dia menjelaskan, sekaten merupakan hajad dalem yang hingga saat ini rutin dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta.
Menurut tradisi turun-temurun, sekaten merupakan perayaan untuk memperkenalkan ajaran Islam secara luas, syiar dilakukan dengan pendekatan budaya.
Namun pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, rupanya penyelenggaraan acara tersebut ditakuti oleh Belanda karena bersifat mengumpulkan masyarakat.
“Memang Belanda pada waktu itu sangat takut dengan kegiatan-kegiatan dari Keraton. Ketika ada perkumpulan selalu curiga ada apa ada apa,” ujarnya.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian menambahkan pergelaran pasar malam bersamaan dengan prosesi sekaten sebagai siasat untuk memecah fokus masyarakat kala itu.
“Mereka akan terpisah fokusnya di pasar malam. Pasar malam adalah buatan dari Belanda untuk memecah fokus strategi yang digunakan oleh pihak Belanda,” jelasnya.
Dia menjelaskan, kondisi masyarakat di zaman tersebut juga masih kekurangan hiburan.
Sehingga langkah Belanda untuk mengadakan pasar malam menjadi efektif.
“Pasar malam sebenarnya tidak ada kaitannya dengan sekaten. Sekaten itu sebagai penanda untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Itu munculnya (sekaten) diawali dengan Miyos Gangsa sekaten dari Masjid Keraton menuju Kagungan Dalem Masjid Gede,” terangnya.