WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ternyata dan ternyata gaes gaji debt collector bisa tembus Rp 20-30 juta perbulan. Pantas saja banyak yang kepincut dan ingin bergabung.
Tapi harus hati hati, pasalnya jika salah langkah bisa berujung berurusan dengan hukum. Seperti yang dialami delapan orang debt collector ini, mereka terpaksa mendekam di jeruji tahanan polisi.
Fakta soal gaji debt collector itu terungkap dari pengakuan salah satu tukang tagih yang tertangkap polisi. Dia dan teman temannya melakukan aksi penarikan kendaraan yang disebut sebut macet angsurannya alias kredit macet.
Bahkan ada dari aksi penarikan paksa kendaraan bermotor itu yang disertai kekerasan.
Dalam rilis yang diterima JOGLOSEMARNEWS.COM , Tim Jatanras Ditreskrimum Polda Jateng menangkap delapan oknum debt collector. Mereka melakukan penarikan secara paksa yang disertai kekerasan terhadap pemilik lima mobil pribadi di kota Semarang. Aksi paksa tersebut dilakukan dengan dalih kredit macet.
Delapan oknum debt colector yang dibekuk tersebut berinisial SN (40), YA (29), YM (23), PM (35), AB (30), TBG (46), ASL (39) dan MAA (27).
Selain menangkap oknum-oknum di atas, tim Jatanras masih melakukan pengejaran terhadap DPO yang berinisial AM, LM, JS dan SA.
Saat diwawancara media, salah satu tersangka berinisial TBG mengaku menjalankan profesi debt collector karena diajak temannya, seorang debt collector kawakan. Ternyata gaji debt collector yang diterima per bulan sangat tinggi berkisar 20-30 juta per orang.
“Saya digaji bulanan sekitar Rp 20 sampai 30 juta per bulan,” ujar dia.
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Johanson Ronald Simamora mengatakan penangkapan para tersangka ini didasarkan dua laporan masyarakat.
“Mereka dilaporkan karena menarik kendaraan dengan alasan dapat surat kuasa dari leasing tempat kerja,” kata Kombes Johanson Ronald Simamora didampingi Kabidhumas Polda Jateng Kombes Satake Bayu Setianto.
Dijelaskannya, pada kasus pertama, dua tersangka berinisial SN dan YA melakukan perampasan pada kendaraan milik MR, warga Kabupaten Batang.
Para pelaku beraksi saat mobil korban dipinjam seorang rekannya untuk membawa keluarga guna menghadiri wisuda di salah satu kampus di Kedung Mundu, Semarang.
Korban yang mendapat laporan dari rekannya bahwa mobilnya dicegat oleh dua oknum debt collector, akhirnya datang ke lokasi dan berujung pada aksi dorong serta percekcokan
Korban dan rekannya beserta keluarga ketakutan dan mundur, Mobil kemudian ditinggal. Lalu mobil diangkut dua pelaku pakai towing. Korban kemudian melakukan visum ke dokter dan lapor ke pihak kepolisian.
Pada kasus kedua, lanjut Kombes Johanson Ronald Simamora, terjadi pada 8 November 2023, enam tersangka berinisial YM (23), PM (35), AB (30), TBG (46), ASL (39) dan MAA (27) melakukan aksi paksa mengambil mobil milik korban berinisial DS, warga Semarang Utara.
Para tersangka mencegat korban saat pulang dari RS Pantiwiloso. Mereka mengajak korban ke kantor salah satu Bank, dengan alasan telah menunggak cicilan mobil selama 8 bulan.
Di kantor itu, para pelaku mencoba bernegosiasi dan meminta korban menandatangani berita acara penarikan kendaraan.
“Tapi korban menolak, Selanjutnya secara sepihak para pelaku menaikkan kendaraan ke mobil towing. Korban kemudian lapor ke pihak kepolisian,” terang dia.
Pada aksi ini, jelas Kombes Johanson Ronald Simamora, para tersangka memiliki peran masing masing. Ada yang menghadang, ada yang mengangkut mobil dan lain-lain.
Kombes Johanson Ronald Simamora menegaskan, bahwa secara hukum debt colector hanya memiliki wewenang untuk melakukan penagihan uang dan tidak mempunyai wewenang untuk mengambil kendaraan secara paksa
“Jika terjadi kredit macet, pihak leasing wajib melapor ke polisi yang ditunjuk dalam undang-undang fidusia. Yang boleh menarik itu pengadilan, harus sesuai keputusan pengadilan. Leasing tidak boleh memberikan surat kuasa penarikan, Leasing hanya boleh menagih,” tandas dia.
Atas adanya aksi perampasan dan intimidasi yang sering dilakukan oknum debt collector, Kombes Johanson Ronald Simamora meminta masyarakat untuk segera melaporkan ke pihak kepolisian.
“Kami meminta masyarakat berani melapor, Masih sering didapati, warga tidak berani melaporkan bila mereka menjadi korban intimidasi maupun pengambilan paksa,” himbaunya
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat empat pasal KUHP yaitu pasal 365, pasal 368, pasal 55 serta pasal 66 dengan ancaman maksimal sembilan tahun penjara
Sementara Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu Setianto mengatakan pemberantasan premanisme menjadi salah satu prioritas Polda Jateng. Pihaknya akan melakukan penyelidikan dan penangkapan bagi para pelaku premanisme yang melakukan intimidasi maupun perampasan di masyarakat. Aris Arianto