Beranda Nasional Jogja Ratusan Seniman dan Budayawan Hadiri Haul ke-99 Saptohoedojo di Makam Giri Sapto,...

Ratusan Seniman dan Budayawan Hadiri Haul ke-99 Saptohoedojo di Makam Giri Sapto, Imogiri

Para seniman dan budayawan saat menghadiri acara Haul ke-99 Saptohoedojo di makam Giri Sapto, Imogiri | Istimewa

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ratusan seniman  dan budayawan berkumpul di Makam Giri Sapto, untuk mengikuti Haul ke-99 maestro seni rupa, Amarhum Saptohoedojo.

Haul yang diadakan di pelataran Makam Giri Sapto (6/2/2024) itu secara internal dihadiri para ahli waris seniman yang dimakamkan di Makam Giri Sapto.

Acara tersebut diisi  dengan paduan suara, Tembang Suba Sita, New Ilir ilir (Knyut Kubro), Solo Guitar dan Puisi “Penyaksi Sejarah” (kolaborasi Heri Macan,  Evi Idawati).

Prof Dwi Maryanto didaulat untuk memberikan orasi, sementara pembacaan doa dan tahli oleh KH Abdul Muhaimin (PP Nurul Ummahat Kotagede).

Usai acara, isteri Almarhum Saptohoedojo, Ny Yani Prof Dwi Maryanto dan HMS Wibawa menanam pohon pocung dan kemenyan.

“Pohon kemenyan ini wangi, semoga bisa mengharumkan mereka yang bersemayam di Makam ini,” ujar Yani Saptohoedojo.

Prosesi haul dimulai sekitar pukul 09.00 WIB, dalam iringan gerimis di Bukit Gajah. Acara yang mengusung tema  “Seni Budaya yang Menyatukan” itu  dimulai dengan sambutan oleh Yani Saptohoedojo.

“Giri Sapto adalah lukisan Pak Saptohoedojo di alam. Bagi Pak Sapto, melukis itu bisa di mana saja, tidak harus di kanvas,” Yani Saptohoedojo mengawali kalimat dalam sambutannya.

Untuk diketahui, makam Giri Sapto adalah makam khusus para seniman dan budayawan yang memiliki dedikasi dalam melestarikan seni budaya untuk masyarakat baik local Yogyakarta maupun nasional.

Lahan pemakaman itu seluas hampir lima hektar, berada di bukit Gajah,  Girirejo,  Imogiri, Yogyakarta, tidak jauh dari kompleks makam Raja Mataram.

Dalam proses pembangunannya mendapat restu dari Ngersa Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan lokasinya mendapat persetujuan KRT Suryapamo Hadiningrat, mantan Bupati Bantul.

Saptohoedojo sengaja membangun kompleks pemakaman itu secara diam-diam dalam rangka memberikan penghargaan terhadap seniman dan budayawan sebagai pahlawan.

Baca Juga :  Delapan Tempat Karaoke di Kulonprogo Ditindak Karena Belum Kantongi Izin

Meskipun mereka tidak membawa bedil (senjata), tetapi membawa kekuatan budaya, seni, dan slogan-slogan yang memberikan semangat  kepada pejuang dalam mempertahankan negara Indonesia dari penjajah.

Menurut Yani, dalam upaya mewujudkan makam Giri Sapto, memang tidak mudah. Mereka berkeliling ke semua  kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak ada yang mau.

Akhirnya KRT Suryapamo Hadiningrat, mantan Bupati Bantul, mengusulkan tanah di Wukirsari yang kurang produktif untuk digunakan.

Kemudian Saptohoedojo meminta izin sekaligus bertanya kepada Ngarsa Dalem, apakah diperkenankan membuat makam di sebelah barat kompleks makam Raja Mataram?

Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberikan izin karena baginya tanpa seniman dan budayawan, kerajaan (istana) akan hampa. Kerajaan tidak mungkin dapat dipisahkan dari kesenian maupun kebudayaan.

Pembangunan mulai dilakukan pada tahun 1985 dengan melibatkan seratus pekerja karena lahannya sangat luas. Untuk memantau keberadaan dan pergerakan tukang, maka kaos mereka diberi angka dari 1 sampai 100.

Tanggal 6 Februari 1988 pembangunan selesai,  diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan nama Makam Seniman Pengharum Bangsa, tetapi  oleh Saptohoedojo kemudian diganti menjadi Makam Seniman dan Budayawan Giri Sapto.

Pintu masuk makam berbentuk lengkungan menyerupai pelangi, melambangkan  tujuh warna (mijikuhibiniu), menciptakan keindahan. Sekaligus menggambarkan bahwa Giri Sapto diperuntukan bagi berbagai seniman yang berprestasi, dikenal masyarakat luas, dan mendapat penghargaan dari pemerintah.

“Pak Sapto berpikir bahwa surga atau langit itu lapis tujuh, pelangi jumlah warnanya tujuh, dan Sapto juga bermakna tujuh, makanya dinamakan Giri Sapto, Makam Seniman dan Budayawan Pengharum Bangsa. Karena para budayawan dan senimanlah yang mengharumkan nama bangsa lewat karya-karya mereka,” jelas Yani, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

Berbeda dengan situasi makam pada umumnya yang terkesan angker dan wingit, Giri Sapto terasa adem dengan seratus pohon langka (pemberian Dinas Perkebunan, Bogor), penataan makam yang estetik-terbagi dalam tujuh lantai.

Baca Juga :  Toyota Rush Oleng Gasak 3 Motor Sebelum Akhirnya Teperosok di Tepi Jalan Raya Selomartani, Sleman

Setiap lantai ditandai dengan gentong besar bertuliskan aksara Jawa, berisi falsafah hidup orang Jawa, antara lain sura diro jayaningrat lebur dening pangastuti (segala sifat murka atau keras hati hanya bisa dikalahkan oleh kebijaksanaan, kesabaran, dan kelembutan) dan jer basuki mawa beya (mengajarkan manusia untuk senantiasa bekerja keras dalam menggapai apa yang diinginkan).

Hingga kini sudah ada 65 seniman/budayawan yang dimakamkan. Pertama kali yang dimakamkan adalah mendiang Soedarmadji (pimpinan keroncong RRI Semarang) tahun 1990, disusul Kusbini, L. Manik, Handung Kussudyarsana, GM Sudarta, Ki Ledjar Subroto, Hasmi, Kirdjomulyo, Bondan Nusantara, Iman Budhi Santosa, dan lain-lainnya. Belakangan yang dimakamkan adalah Jemek Supardi dan Djoko Pekik.

Sebagai seorang isteri, Yani Saptohoedojo berharap agar Giri Sapto dapat menjadi sarana edukasi bagi generasi muda, baik sebagai tempat berkemah, mengenal budayawan/seniman dan karya-karya mereka, tempat penelitian tumbuh kembang pohon langka, dan sebagainya.

Guna menunjang itu, kemungkinan satu atau dua tahun ke depan akan dilakukan renovasi museum yang sudah ada, dan pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Kebudayaan DIY. Suhamdani