
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Utang pemerintah yang melejit hingga menembus Rp 8.444 triliun, dinilai bakal menjadi beban berat bagi pemerintah selanjutnya untuk melakukan pelunasan.
Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti ekonomi makro dan finansial Indef, Riza Annisa Pujarama. Pendapat itu muncul setelah menyoroti laporan APBN Kinerja dan Fakta edisi Juli 2024 yang menunjukkan utang pemerintah telah menembus Rp 8.444 triliun.
Dengan jumlah utang yang sekarang, jelas Riza, berarti ada peningkatan utang drastis dari tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 91 triliun, dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 8.353 triliun.
Rasio utang pun juga meningkat menjadi 39,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), atau hampir menyentuh 40 persen. Riza mengatakan penarikan utang yang tinggi akan berisiko pada bunga utang yang juga tinggi.
“Imbal hasil dari penarikan utang kita sangat tinggi,” kata Riza dalam diskusi INDEF yang Tempo pantau melalui Youtube pada Minggu (18/8/2024).
Selain itu, ia juga menyoroti bond yield Indonesia yang paling tinggi di Asean dan tertinggi nomor dua di Asia dengan angka 6.7070 yield. Dia menyebut pemerintah meski berupaya menurunkan bond yield ini karena akan memberatkan di masa depan.
“Ini yang memberatkan di masa depan untuk penarikan utang lebih banyak,” kata dia.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo juga turut menanggapi peningkatan utang tersebut.
“Pemerintah mengambil langkah proaktif untuk mengantisipasi ketidakpastian global melalui penarikan utang yang berbasis pada fleksibilitas dan opportunistic approach,” ujarnya di media sosial X pribadinya @prastow, dikutip Sabtu (3/8/2024).
engan pendekatan opportunistic, dia melanjutkan, penarikan utang dimungkinkan dilakukan lebih awal, demi memitigasi risiko di masa depan. Karena itu pada bulan Juni 2024 pemerintah menarik pinjaman lebih besar dari sebelumnya. Sehingga rasio utang terhadap PDB juga naik.
Meski demikian, anak buah Sri Mulyani tersebut menyatakan angka rasio utang terhadap PDB Indonesia masih tergolong moderat. Berdasarkan laporan paruh awal 2024, pemerintah memproyeksikan rasio utang hingga akhir 2024 sebesar 38,80 persen terhadap PDB.
“Pemerintah bersama DPR memastikan perencanaan utang sebagai bagian kebijakan APBN dilakukan dengan baik, berhati-hati, dan memerhatikan dinamika global dan domestik,” ujarnya.
Hingga semester 1-2024, pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp214,69 triliun. Terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp206,18 dan pinjaman Rp8,1 triliun.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan pemerintah boleh saja berutang, selama digunakan untuk pembangunan penunjang perekonomian, seperti misalnya infrastruktur. Menurut dia penggunaan pinjaman untuk infrastruktur seperti jalan tol bisa saja menguntungkan. Karena selain meningkatkan ekonomi, ada pendapatan negara dari pembayaran yang bisa digunakan untuk pembayaran utang.
Namun, pemerintah juga harus mengukur kondisi lain, yakni pergerakan mata uang. Patokan kurs yang ditetapkan dalam APBN juga penting, karena jika prediksi rupiah tidak sesuai dengan target akan berpengaruh pada pembayaran cicilan dan bunga. Akan ada selisih kelebihan yang harus dibayar. “Kalau asumsinya meleset dari target, pasti pemerintah rugi,” kata dia kepada Tempo.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.














