Beranda Daerah Boyolali Paska Pilkada, Perekonomian Masyarakat Boyolali Lesu. Padahal Jelang Libur Nataru

Paska Pilkada, Perekonomian Masyarakat Boyolali Lesu. Padahal Jelang Libur Nataru

Suasana pasar tradisional di Boyolali masih belum menunjukkan peningkatan berarti meskipun sudah menjelang libur Natal dan Tahun Baru | Foto: Waskita

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM Pasca pilkada serentak, perekonomian masyarakat Boyolali justru lesu. Daya beli cenderung turun dan transaksi tidak signifikan.

Harga, sejumlah bahan pokok mulai turun harga. Namun, pembelinya justru tak bertambah. Padahal, saat ini mendekati libur Natal dan Tahun Baru ( Nataru).

Keluhan itu diungkapkan pedagang dembako Pasar Kota Boyolali, Heni Nila Sari. Meski harga sejumlah sembako cenderung normal dan tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

Pembeli malah mengurangi porsi pembelian. Jika biasanya membeli lima kilogram beras, kini masyarakat hanya membeli eceran.

Namun, dia mengaku tidak mengetahui secara pasti penyebab menurunnya daya beli masyarakat di akhir tahun ini.

“Jadi dari yang beli satu kilo cuma beli seperempat disesuaikan dengan kondisi keuangan harian,” katanya pada Kamis (5/12/2024).

Keluhan serupa disampaikan pedagang bumbu dapur Pasar Kota Boyolali, Heri Tri. Dia menyebut bahwa pembeli mulai turun. Bahkan penurunannya mencapai 50 persen. Padahal harga cabai termasuk murah dan sangat terjangkau. Namun, minat masyarakat justru turun.

“Ini sudah berlangsung satu bulan lebih, ya kaya gini omsetnya turun. Kalau harga cabai rawit saja sekarang masih Rp 25 – Rp 20.000, keriting juga sama. Terus kalau teropong Rp 25- Rp 30.000, naik turun. Yang agak tinggi itu cabai rawit hijau itu sampai Rp 35.000.”

Harga daging ayam juga merosot. Dari Rp 36.000 per kilogram menjadi Rp 34.000 perkilogram. Penurunan harga ini sudah berangsur terjadi sejak tiga bulan terakhir.

Baca Juga :  Dampak PMK, Pasaran Ternak Sapi di Boyolali Lesu

“Saat ini lagi lesu, ya untuk penjualan menurun. Menurunnya cukup lumayan hampir separo biasanya 2,5 kuintal, paling sekarang cuma 1,5 kuintal perharinya. Harga daging ayam ini mulai menurun, kemarin Rp 35.000 –  Rp 36.000 sekarang Rp 34.000. Kondisi ini kurang lebihnya 3 bulan,” ungkap pedagang daging ayam, Eni Widowati

Ditemui terpisah, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Boyolali, Insan Adi Asmono mengungkapksn bahwa Tim Pengendali Inflasi menggelar rapat yang diikuti berbagai daerah. Diakui, daya beli masyarakat cenderung stagnan.

Saat ini, inflasi adalah 1,5 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,9 persen dan Jawa Tengah 4,95 persen. Seharusnya, daya beli masyarakat bisa terkerek. Namun, fenomena saat ini, terutama di Boyolali justru sebaliknya.

“Fenomenanya menjadi tidak seperti biasanya yang seharusnya daya beli masyarakat meningkat, ini justru daya beli masyarakat itu tidak bergerak. Saya tidak mengatakan bahwa daya beli masyarakat itu menurun, tapi tidak ada transaksi yang cukup signifikan. Terutamanya terkait dengan perdagangan apabila itu dilihat dari daftar bahan yang disurvei.”

Dia menjelaskan bahwa survei yang dilakukan berbasis lapangan. Tim pengendali inflasi daerah (TPID) melakukan survei sejumlah bahan pangan di pasar-pasar tradisional.

Baca Juga :  KPU Resmi Menetapkan Agus Irawan - Dwi Fajar Nirwana Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Boyolali 2025 - 2030 Berikut Informasinya

“Harganya cenderung turun, tapi yang membeli juga tidak bertambah. Artinya begitu harga diturunkan, logikanya kan menjadi banyak transaksi, tetapi ini tidak. Termasuk kebutuhan pokok.”

Lebih lanjut, pemkab akan melakukan pemantauan mingguan dalam waktu dekat. Dia berharap kondisi ekonomi masyarakat bisa membaik.

Disisi lain, Insan menilai perlu instrumen survei yang lebih luas. Menurutnya, tren masyarakat saat ini banyak yang melakukan perdagangan melalui online.

“Belanja online mungkin tidak terdeteksi dari pola survei itu. Jadi peningkatan daya beli masyarakat ini mungkin beralih ke pola dagang yang lebih modern. Namun demikian, kami akan terus menggali, mendalami sehingga bagaimana ekonomi kita itu tetap berkembang menjadi baik.” Waskita