Beranda Umum Nasional Ini Dampak Buruk Penambangan Nikel di Raja Ampat

Ini Dampak Buruk Penambangan Nikel di Raja Ampat

Penambangan nikel PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawei, Distrik Waigeo Barat, Raja Ampat, Papua Barat Daya, 4 Mei 2025 | Dok. Greenpeace via tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memiliki sejumlah potensi buruk terhadap lingkungan. Hal itu disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq.

Ia mengatakan, potensi kerusakan tersebut terungkap dari hasil pengawasan tim Kementerian Lingkungan Hidup pada 26 hingga 31 Mei 2025. Tim menemukan sejumlah indikasi pelanggaran lingkungan oleh beberapa perusahaan tambang nikel yang beroperasi di pulau-pulau kecil wilayah Raja Ampat.

“Terjadi potensi pencemaran lingkungan hidup dan terganggunya lanskap keanekaragaman hayati di Raja Ampat,” ujar Hanif dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).

Empat perusahaan disebut dalam temuan tersebut, yakni PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, serta PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP) yang beroperasi di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele.

Atas temuan itu, Kementerian Lingkungan Hidup telah membekukan sementara seluruh aktivitas penambangan perusahaan-perusahaan tersebut sejak 5 Juni 2025.

Hanif menjelaskan bahwa PT GN sebenarnya tergolong perusahaan yang mengikuti kaidah pengelolaan lingkungan dengan cukup baik. Meski demikian, potensi peningkatan sedimentasi ke kawasan pesisir tetap menjadi perhatian.

Baca Juga :  Usai Deal dengan Trump, Indonesia Borong 50 Pesawat Boeing

“Tingkat pencemaran yang terlihat tidak terlalu serius. Jika pun ada pelanggaran, sifatnya minor,” jelasnya.

Namun situasi berbeda ditemukan di lokasi PT ASP. Kolam pengendapan limbah (settling pond) milik perusahaan itu dilaporkan jebol, mengakibatkan tingginya sedimentasi yang mengancam habitat bawah laut Raja Ampat—wilayah yang menyimpan 75 persen spesies terumbu karang dunia.

“Perairan menjadi keruh. Ini tentu mengancam ekosistem laut dan potensi pariwisata berbasis alam,” kata Hanif.

Kondisi mengkhawatirkan juga terdeteksi di Pulau Kawei, lokasi tambang PT KSM. Tim pengawas mencatat adanya aktivitas pembukaan lahan lebih dari 5 hektare, yang melampaui izin dalam dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Akibatnya, hutan di pulau itu semakin gundul.

Sementara itu, di wilayah operasi PT MRP, ditemukan 10 titik pengeboran aktif meski perusahaan itu belum mengantongi dokumen penting seperti PPKH maupun persetujuan lingkungan. Satu-satunya izin yang dimiliki perusahaan hanyalah Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“PT MRP belum punya dokumen pendukung lain selain IUP. Jadi baik izin pakai kawasan maupun persetujuan lingkungannya belum mereka kantongi,” tegas Hanif.

Baca Juga :  Polisi Usut Dugaan Beras Premium Oplosan, 4 Produsen Besar Diperiksa

Sebelumnya, isu kerusakan lingkungan akibat tambang nikel di Raja Ampat sempat viral di media sosial, setelah Greenpeace Indonesia mengunggah video kondisi lapangan yang memperlihatkan kerusakan ekosistem di wilayah tersebut. Tagar #SaveRajaAmpat kembali ramai digaungkan oleh aktivis dan warga yang khawatir masa depan lingkungan Raja Ampat akan dikorbankan demi kepentingan industri nikel.

www.tempo.co

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.