SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Usaha peternakan babi milik Suhadi di Dusun Nglarang, Tlogoadi, Kapanewon Mlati, Sleman, resmi ditutup oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. Penutupan itu membuat Suhadi, pensiunan PNS berusia 72 tahun, kehilangan satu-satunya sumber penghasilan. Ia kini mempertimbangkan langkah hukum menggugat pemerintah.
“Meski tidak berizin, saya rugi besar. Saya sedang konsultasi dulu, tapi saya ingin menggugat. Nilainya sekitar Rp 2 miliar,” ujar Suhadi saat ditemui, Kamis (19/6/2025).
Nominal itu, menurut Suhadi, merupakan proyeksi dari keuntungan usaha peternakan babi yang telah ia jalani puluhan tahun dan diperkirakan masih bisa ia kelola selama satu dekade ke depan. Ia menyebut rata-rata pendapatan tahunannya mencapai Rp 200 juta.
Peternakan babi yang menempati lahan 600 meter persegi di belakang rumahnya itu sudah ada sejak tahun 1950-an dan diturunkan dari generasi ke generasi. Namun usaha tersebut diprotes warga karena dianggap menimbulkan bau menyengat dan tidak memiliki sistem pembuangan limbah yang memadai.
Sebelum penutupan, Pemkab Sleman sudah mengirimkan surat peringatan pertama dan kedua. Peternak juga diminta melaporkan perkembangan perbaikan kandang maksimal pada 16 Mei 2025. Namun, Suhadi baru menyampaikan laporan tertulis saat dipanggil Satpol PP pada 3 Juni.
“Laporannya sudah saya siapkan, tapi karena tenaga terbatas dan tidak ada yang bantu, saya lambat,” ungkapnya.
Suhadi mengaku telah mencoba memperbaiki kandangnya, seperti mengganti pakan basah dengan pakan kering, membuat penampungan limbah, dan membersihkan area kandang. Namun, usahanya dianggap belum memenuhi standar dan tetap memicu keluhan warga.
Satpol PP Sleman menutup total tiga peternakan babi di Dusun Nglarang pada 17 Juni 2025. Selain milik Suhadi yang memiliki 80 ekor babi, dua peternakan lain milik Tukiman dan Fransisca Sukariyem, masing-masing memelihara 40 dan 6 ekor.
Kepala Seksi Operasional Penegakan Perda Satpol PP Sleman, Sri Madu Rakyanto, menyebut penutupan dilakukan setelah serangkaian tahapan, termasuk tinjauan dari Dinas Lingkungan Hidup serta Dinas Pertanian.
“Sudah diberi kesempatan memperbaiki sejak Oktober 2024. Tapi sampai batas waktu tidak ada progres signifikan,” tegasnya.
Pemerintah memberi waktu tiga pekan kepada para pemilik peternakan untuk mengosongkan kandang. Jika tidak, evakuasi paksa akan dilakukan.
Kini, Suhadi tengah berusaha menjual babinya sebelum tenggat 7 Juli. Namun, ia mengaku kesulitan karena harga pasar sedang turun drastis, dari Rp 60 ribu menjadi Rp 40 ribu per kilogram.
“Dulu jual tiga hari laku, sekarang sebulan pun belum tentu,” keluhnya.
Meski kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil, Suhadi menyatakan tidak takut menempuh jalur hukum. “Saya bukan maling. Saya hanya meneruskan usaha keluarga. Tapi saat ditutup, saya diperlakukan seperti penjahat,” tutupnya. [*]
Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.