LOMBOK TIMUR, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gunung Rinjani, destinasi yang kerap memikat para petualang dari berbagai belahan dunia, menyimpan duka mendalam setelah seorang pendaki perempuan asal Brasil ditemukan meninggal dunia usai dinyatakan hilang selama beberapa hari.
Juliana De Souza Pereira Marins (27), ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di dasar jurang berkedalaman sekitar 600 meter pada Selasa (24/6/2025). Lokasi penemuan berada tak jauh dari jalur pendakian Sembalun yang mengarah ke Plawangan.
Pencarian Juliana melibatkan tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, relawan Rinjani, dan unsur lainnya.
Setelah tiga hari menyisir medan ekstrem dengan tantangan kabut tebal dan curamnya lereng vulkanik, jasad Juliana akhirnya ditemukan tergeletak di atas batu dengan posisi miring, tanpa tanda-tanda kehidupan.
“Korban berhasil ditemukan dalam operasi penyisiran di titik curam, setelah sebelumnya terlihat oleh drone thermal. Evakuasi dilakukan bertahap karena medan sangat sulit,” ungkap Kepala Kantor SAR Mataram, Muhamad Hariyadi.
Terpeleset Saat Meninggalkan Rombongan
Insiden tragis itu bermula pada Sabtu (21/6/2025), ketika Juliana dilaporkan terpisah dari rombongan pendaki. Menurut informasi, ia sempat meminta istirahat kepada pemandunya karena merasa lelah. Beberapa saat kemudian, ia terpeleset dan terjatuh ke jurang.
Tim SAR yang mengetahui lokasi keberadaannya dari drone thermal pada Senin pagi (23/6/2025), langsung melakukan upaya penyelamatan. Namun medan yang licin dan kabut tebal membuat proses evakuasi baru dapat dilanjutkan keesokan harinya.
Tim terpaksa bermalam di dua titik, yakni di kedalaman 400 meter dan di lokasi jenazah di kedalaman 600 meter.
Rabu pagi (25/6/2025), jasad korban berhasil diangkat ke titik LKP (Last Known Position), kemudian ditandu ke Posko Sembalun dan diterbangkan ke RS Bhayangkara Polda NTB untuk proses identifikasi.
Juliana, Pendaki Solo Penuh Semangat
Juliana bukanlah pendaki biasa. Ia dikenal sebagai publicist dan pole dancer berbakat asal Niterói, Brasil. Melalui akun media sosialnya, ia kerap membagikan kisah perjalanannya ke berbagai negara Asia Tenggara.
Gunung Rinjani menjadi destinasi pilihannya dalam misi solo backpacking, sebuah ekspedisi yang menunjukkan semangat eksplorasinya yang tinggi. Sayangnya, perjalanan tersebut justru menjadi perhentian terakhirnya.
Gelombang Duka dari Brasil
Kabar meninggalnya Juliana mengundang simpati luas dari masyarakat Brasil. Ribuan netizen menyampaikan belasungkawa melalui unggahan dan komentar, baik di akun media sosial keluarga maupun di akun Instagram @republikindonesia. Sebagian bahkan mengkritik lambannya evakuasi dan meminta pertanggungjawaban atas keselamatan wisatawan asing di Indonesia.
“Bagaimana mungkin seseorang bisa terlantar begitu lama tanpa bantuan? Mengapa drone tidak digunakan untuk mengirimkan air dan makanan?” tulis salah satu warganet yang marah.
Sementara itu, banyak lainnya menyampaikan doa dan ungkapan kehilangan yang mendalam. Salah satu komentar menyentuh menyebutkan, “Ketika seorang pengembara pergi, seluruh industri pariwisata ikut berkabung.”
Evakuasi Sudah Maksimal
Terpisah, Direktur Jenderal KSDAE, Satyawan Pudyatmoko, memastikan bahwa pemerintah telah mengerahkan segala upaya untuk menyelamatkan korban. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni juga dikabarkan memantau langsung jalannya evakuasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Basarnas dan Gubernur NTB.
Evakuasi Juliana tergolong rumit karena cuaca ekstrem dan medan yang sangat sulit diakses. Basarnas bahkan mengirimkan helikopter AW 139 dari Bogor untuk membantu proses pemulangan jenazah korban.
“Kami sudah melakukan yang terbaik dan terus meningkatkan standar keselamatan pendakian. Kepada semua pendaki, kami imbau untuk selalu mengutamakan keselamatan,” ujar Satyawan. [*]
Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.