SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mantan Bupati Sragen periode 2011-2016, Agus Fatchur Rahman dituntut 1,5 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi dana kas daerah Kabupaten Sragen tahun 2011 dengan kerugian negara mencapai Rp 11,2 miliar.
Tuntutan itu mengemuka dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jateng di Semarang, Senin (21/10/2019).
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakin Sulistyono itu digelar dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Sragen.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebut Agus melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambahkan dengan UU Nomor 20 tahun 2001.
“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan subsider,” kata Jaksa Kasis Pidsus PN Sragen, Agung Riyadi di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/10/2019).
Jaksa menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan. Selain itu jaksa menuntut pidana denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
JPU menyebut terdakwa bersalah melakukan penyalahgunaan kewenangan penempatan dana kas daerah Pemkab Sragen tahun 2003 sampai 2011. Saat itu terdakwa menjabat sebagai Wakil Bupati Sragen.
Disebutkan pula bahwa BPR Joko Tingkir yang merupakan BUMD milik Pemkab Sragen ditempatkan dana kas daerah Rp 29,3 miliar dalam bentuk deposito sebagai syarat agunan pinjaman. Penempatan deposito itu dicatatkan sebagai kas, bukan sebagai investasi.
Total pinjaman yang diperoleh Pemkab Sragen yaitu Rp 36,6 miliar namun tidak dilaporkan ke kas daerah sebagai pendapatan.
Hingga 2011, tercatat masih ada pokok pinjaman beserta bunganya senilai Rp 11,2 miliar.
Terdakwa yang terpilih sebagai Bupati Sragen periode 2011-2016 dan memerintahkan deposito untuk melunasi pinjaman. Disebut terdakwa menerima Rp 376,5 juta namun sudah mengembalikan Rp 366 juta kepada penyidik dari kejaksaan.
Sementara dalam perkara ini, jaksa menyebut kekurangan kerugian negaranyaa tinggal Rp 10 juta.
“Kekurangan kerugiannya tinggal Rp 10 juta,” jelas Agung.
Agung menambahkan sidang lanjutan akan digelar pada Senin (28/10/2019) pekan depan dengan agenda pembacaab nota pembelaan atau pledoi.
Terpisah, tim penasehat hukum terdakwa dari JAS and Partner Jogja, Junaidi Albab Setiawan menyatakan bahwa tuntutan dan penanganan perkara ini kental bernuansa pemaksaan dan berbau politik.
Sebab ia menilai dalam fakta persidangan membuktikan bahwa kliennya tidak pernah tahu urusan penempatan kasda di BPR dan penggunaannya untuk agunan kredit.
Karena semua proses peminjaman dan penggunaan uang hasil pinjaman dilakukan oleh mantan Bupati UW, mantan Sekda KUS, Mantan Kepala BPPKAD SW yang semuanya sudah divonis bersalah dan menjalani hukuman pada sidang 2013.
Kemudian kliennya juga tidak ada terlibat dalam tindak pidana bersama- sama dalam kredit ilegal itu.
“Bagaimana mungkin orang yang tidak tahu menahu didakwa melakukan tindak pidana bersama sama para pelaku,” paparnya Senin (21/10/2019) malam.
Junaidi juga memandang kerugian ketekoran kasda Rp 602 juta yang dituduhkan ke kliennya itu juga masih simpang siur. Sebab di dakwaan perkara dengan terpidana mantan Bupati UW dan keterangan terdakwa KUS yang diberikan 9 tahun lalu berbeda dengan kesaksian KUS dalam sidang perkara Agus ini.
“Tidak pernah ada audit BPKB soal kerugian negara dalam perkara Pak Agus ini. Sehingga jika konteksnya tentang ketekoran Rp 602 juta itu maka harus diaudit lagi untuk menentukan kerugian negara. Karena perkara ini tidak ada hubungan dengan perkara US, KUS, SW, ADI DW, WDD dan lainnya. Kesimpulannya saya melihat ini perkara kriminalisasi yang berbau politik,” tandasnya. Wardoyo