Beranda Daerah Semarang Kisah Miris Siswa-siswi MI di Kalisidi Semarang Yang Belajar di Tengah Ancaman...

Kisah Miris Siswa-siswi MI di Kalisidi Semarang Yang Belajar di Tengah Ancaman Maut. Bangunan Retak dan Atap Sering Berjatuhan, Was-was Sewaktu-Waktu 

Anggota tim labfor ilustrasi Polda Jatim melakukan olah TKP kelas yang ambruk di SDN Gentong, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (5/11/2019) / tempo.co
Anggota tim labfor ilustrasi Polda Jatim melakukan olah TKP kelas yang ambruk di SDN Gentong, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (5/11/2019) / tempo.co

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM Potret buram pendidikan mencuat di Semarang. Fakta itu menyeruak ketika Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kalisidi 02, yang berada di wilayah Dusun Mrunten Kulon, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah kini dalam kondisi memprihatinkan.

Sejak dibangun kali pertama pada tahun 1959, salah satu fasilitas belajar bagi warga Desa Kalisidi tersebut memang telah dilakukan rehab dan beberapa perbaikan untuk memperkuat struktur dan konstruksi bangunan.

Namun karena keterbatasan anggaran, upaya tersebut hanya mampu dilaksanakan secara parsial, atau hanya ‘tambal sulam’ pada bagian bangunan yang mengalami kerusakan.

“Terakhir, rehab gedung MI ini dilakukan tahun 2009 atau 10 tahun silam. Itupun tidak menyentuh semua bangunan ruang kelas,” ungkap Kepala MI kalisidi 02, Luqmanul Khakim, Kamis (7/11/2019)

Saat ini, dari enam ruang kelas yang ada hanya satu ruang kelas yang dianggap cukup ideal untuk proses KBM hanya satu ruang kelas, yang dibangun pada tahun 2009 dengan ukuran 5 x 7 meter persegi.

Lainnya merupakan bangunan ruang kelas yang masih menggunakan konstruksi lama dengan luas bidang hanya berukuran 5 x 5 meter persegi dan sudah kurang ideal lagi sebagai tempat bagi proses KBM.

Selain beberapa bagian tembok sudah banyak yang retak dan kayu kusen pintu maupun jendela yang rapuh, atap bangunan MI ini juga sudah tampak menggelombang akibat konstruksi atap sudah lapuk akibat dimakan usia.

Selain itu, beberapa plafon eternit beberapa ruangan kelas juga sudah tampak jebol dan berlubang di beberapa tempat, akibat tertimpa genting yang jatuh dan pengaruh konstruksi atap yang mulai berubah.

Baca Juga :  Buntut Pelajar di Semarang Tertembak, IPW Meyakini Terjadi Tawuran Antar Geng Motor

“Melihat, peristiwa ambrolnya atap bangunan sekolah di Pasuruan hingga menimbulkan korban jiwa, sebenarnya kami juga sangat mengkhawatirkan kondisi bangunan MI Kalisidi 02 ini,” kata Luqman –panggilan Luqmanul Khakim yang ditemui di sela aktivitasnya.

Ia juga mengungkapkan, upaya untuk meminta bantuan untuk melakukan rehab bangunan gedung MI ini sudah kerap diupayakan, namun MI Kalisidi 02 ini selalu terganjal klasifikasi bangunan pendidikan swasta.

Karena program- program bantuan dari pemerintah yang menyentuh lembaga pendidikan swasta masih sangat minim. Pun demikian untuk memanfaatkan fasilitas Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga tidak memungkinkan, karena jumlah murid yang terbatas.

Sementara untuk mengandalkan dukungan pembangunan dari masyarakat sekitar, mayoritas merupakan warga yang hanya berprofesi sebagai petani.

“Makanya, setelah 10 tahun yang lalu, sampai saat ini belum ada perbaikan lagi,” tegasnya.

Salah seorang murid kelas VI MI Kalisidi 02, Fatimah Azhara juga mengaku was- was dengan kondisi atap ruang kelasnya, terutama saat hujan deras yang disertai angin kencang.

“Takut, kalau- kalau atap roboh  di tengah kegiatan belajar,” ungkapnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh murid kelas IV lainnya, Faiq Afrizal Farhan. Ia pun mengkhawatirkan kondisi atap ruang kelas yang sudah bergelombang tersebut– tiba- tiba runtuh.

Apalagi sebentar lagi sudah masuk musim penghujan.

“Sehingga, walaupun bisa belajar di dalam ruang kelas, sebenarnya kami juga cemas seandainya ada apa- apa dengan konstruksi atap yang sudah tua tersebut,” tambahnya.

Baca Juga :  Gandeng KPID, Kemenag Jateng Akan Pantau Siaran Keagamaan

Bupati Semarang, dr H Mundjirin mengungkapkan, saat ini Kabupaten Semarang sedang menuju pada Kabupaten Layak Anak (KLA). Salah satu indikatornya adalah tersedianya sekolah ramah anak.

Namun orang nomor satu di Kabupaten Semarang ini mengakui di daerahnya masih banyak gedung sekolah yang kondisinya jauh dari apa yang diharapkan.

Karena –kadang- kadang– sekolah ada yang di puncak gunung, di pinggir tebing, ada pula sekolah yang dekat dengan jalan tol.

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi geografis wilayah Kabupaten Semarang yang memang beragam dan didominasi oleh kawasan perbukitan dan kawasan hunian yang ada di lereng- lereng gunung.

Namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang tetap berupaya memberikan perhatian pada sarana dan fasilitas pendidikan yang ada di daerahnya.

“Jangan sampai ada bangunan sekolah yang baru dibangun ambruk, seperti di Jawa Timur,” katanya. Wardoyo