SRAGEN– Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang sebelumnya berjualan di Alun-Alun Sasana Langen Putra Sragen mengaku resah dan bingung dengan kebijakan Pemkab dan bupati yang melarang mereka berjualan sejak Alun-Alun diperbaiki dengan pavingisasi. Selama hampir lima bulan sejak proyek dijalankan hingga selesai, saat ini mayoritas pedagang terpaksa kehilangan mata pencaharian untuk jualan.
Keresahan itu diungkapkan oleh sejumlah PKL Alun-Alun Sragen. Kepada wartawan Selasa (6/2/2018) mereka mengaku bingung karena sudah lima bulan tak lagi bisa jualan. Akibatnya hampir 150an pedagang dari 200an yang sebelumnya berjualan di Alun-alun, hingga kini masih menganggur.
“Mau jualan di mana kami bingung. Sementara di rumah nganggur, pusing mas. Gek setoran kredit jalan terus. Kemarin sempat ditawarkan pindah ke selatan Taruna, tapi banyak yang nggak mau karena lokasinya sepi dan gelap, ” ujar Nen, salah satu penjual makanan ringan di Alun-alun.
Ia juga tak habis pikir dengan kebijakan Pemkab melarang Alun-alun dipakai jualan pada malam hari. Padahal sepengetahuannya, hampir di semua daerah justru Alun-alunnya ramai dan dibebaskan untuk jualan maupun arena mainan anak-anak.
Selain itu, selama ini pedagang malam yang berjualan di Alun-alun juga selalu aktif membayar tarikan. Menurutnya dulunya, setiap malam ditarik retribusi Rp 500,- oleh BLH namun sejak adanya paguyuban pedagang, setoran naik jadi Rp 1.000 permalam.
“Jane pedagang itu manut, diminta tarikan juga manut. Asalkan dibolehkan jualan. Wong di mana-mana, namanya Alun-alun kalau malam kan dibuka untuk hiburan masyarakat. Ada permainan dan yang jualan. Lha ini malah dilarang. Dibangun apik pun untuk apa nek rakyate arep golek pangan ora oleh. Mending dulu nggak usah dipaving saja. Kemarin gara-gara ditutup nggak boleh jualan ada teman kami yang sampai stress karena dikejar angsuran, ” ujarnya kesal.
Senada, Bambang, pedagang gorengan yang sempat mangkal di Alun-alun juga mengeluhkan hal senada. Sudah hampir empat bulan lebih dirinya berhenti jualan karena tak tahu lagi di mana akan berjualan.
“Mau jualan dipinggir jalan, juga digaruk petugas. Terus kon piye Mas, kami terus terang bingung. Gek modal dulu juga ngutang ini cicilan jalan terus, ” terangnya.
Pedagang lainnya, Dod, juga mengeluhkan hal serupa. Bahkan sejak larangan berjualan dan pedagang menganggur, ada yang sempat sakit karena drop kehilangan pencaharian serta dikejar angsuran hutang.
“Makanya kami sangat berharap kepada Pemkab dan bupati agar mengizinkan kembali kami jualan di Alun-alun,” tukasnya. Wardoyo