SRAGEN – Seorang warga RT 01/07 Ngoncol, Kelurahan Nglorog, Kecamatan Sragen, Nur Ikhsan Hamidi menggelar aksi demo sendirian di kantor Bupati Sragen. Ia memprotes pelayanan buruk terhadap pasien miskin pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dilempar dan ditolak banyak rumah sakit di Sragen.
Tidak hanya itu, ia juga menyesalkan biaya pelayanan di rumah sakit yang masih mahal meski pasien sudah memegang KIS. Aksi protes dilakukannya dengan longmarch dari runag ke kantor bupati.
Ihsan berjalan dari Nglorog ke Kantor Bupati Sragen sejauh 5 kilometer.
Setiba di kantor bupati, ia melakukan orasi sendirian yang intinya memprotes mahalnya biaya dan penanganan diskriminatif untuk pasien KIS.
Sebagai bentuk sindiran, ia mengikat mulutnya dan mengalungkan kardus bekas dengan tulisan “Orang Melarat Jangan Berpendapat”.
Aksi demo itu dilakukannya atas kasus yang menimpa temannya yang bernama Fitri, warga Kecamatan Widodaren, kabupaten Ngawi, Jawa timur. Selama dua hari ia dibiarkan terlantar tanpa mendapat kamar di RSUD Sragen, padahal harus segera operasi usus buntu.
”Teman saya dan istrinya pemilik Kartu Indonesia Sehat (KIS) berpindah-pindah cari rumah sakit. Sampai mendapat kamar, tanggal 20 Oktober lalu, setelah operasi diperbolehkan pulang namun dimintai biaya sekitar Rp 7 juta,” terangnya kepada wartawan di depan kantor Unit Pelaksana Teknis Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK), Kamis (25/10/2018).
Padahal yang bersangkutan tercatat sebagai pasien merupakan warga yang tidak mampu. Dia menyampaikan meskipun orang Ngawi, namun akses yang paling dekat menuju fasilitas kesehatan berada di Sragen.
Merujukl kasus kesehatan yang dialami kawannya, Ikhsan berkesimpulan orang miskin tidak boleh sakit. Meskipun sudah terdaftar sebagai pemegang kartu KIS.
Dia berharap pemerintah mengambil kebijakan untuk warga yang tidak mampu.
”Harapan saya orang miskin itu tidak terlunta-lunta termasuk jika berurusan dengan kesehatan. Jangan dilempar suruh ke sana-suruh ke sini, padahal orang sakit itu butuh penanganan cepat,” bebernya. Wardoyo