JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Ada Bukti Kekerasan Aparat di Kerusuhan 22 Mei, MER-C Akan Adukan ke Pengadian Internasional

Relawan MER-C menunjukan sisa peluru karet yang ditemukan di tubuh salah satu korban kerusuhan 21-23 Mei. Mereka menyatakan mengecam tindakan represif aparat, di Kantornya di Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Mei 2019. Tempo.co
   
Relawan MER-C menunjukan sisa peluru karet yang ditemukan di tubuh salah satu korban kerusuhan 21-23 Mei. Mereka menyatakan mengecam tindakan represif aparat, di Kantornya di Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Mei 2019. Tempo.co

JAKARTA (JOGLOSEMARNEWS.COM )-Sejumlah kalangan menyebut adanya tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dalam mengamankan aksi unjuk rasa pada 21-23 Mei lalu di Jakarta. Salah satu sorotan itu disampaikan oleh kelompok relawan kemanunsiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C).

Karena itulah MER-C berencana untuk mengusut tindakan represif aparat dalam unjuk rasa tersebut. Bahkan mereka berencana melaporkan hal tersebut ke pengadilan tinggi tingkat internasional.

“Kita akan lompat langsung ke luar. Kita universal tak dibatasi negara, bangsa. Salah satunya (bisa) ke United Nation dan Pengadilan ICC atau ICJ,” kata Jose Rizal, salah satu relawan medis MER-C, di Jakarta Pusat, Sabtu (25/5/2019).

MER-C memilih melaporkan ke ICC (International Crime Court) atau Mahkamah Pidana Internasional dan ICJ (International Court of Justice) alias Mahkamah Internasional karena dinilai paling bisa menangani kasus seperti ini.

Baca Juga :  Begini Luas Dampak Gempa Tuban, di Surabaya, 160 Pasien Dievakuasi dari RS Airlangga

Jose mengatakan kasus serupa dengan kekerasan aparat ini, juga terjadi pada kasus penembakan kapal kemanusiaan Mavi Marmara oleh pihak keamanan Israel. Kasus itu diselesaikan di ICC.

Dikatannya, pada kerusuhan 21-23 Mei lalu, aparat kepolisian telah melakukan tindakan di luar batas. MER-C mencatat setidaknya ada lima jenis kekerasan yang dilakukan oleh aparat, di antaranya menembaki anak kecil, masuk ke masjid mengejar pendemo, hingga menembak orang yang sudah jatuh.

Jose mengungkapkan, di setingkat Konvensi Jenewa yang mengatur hukum perang saja, menyerang anak kecil dan merusak rumah ibadah adalah sebuah pelanggaran. “Ini dalam perang dihormati, apalagi (dalam kasus) ini cuma (terjadi dalam) demonstrasi,” kata Jose.

Saat ini, Jose mengatakan MER-C telah memiliki sejumlah bukti yang ia dapat langsung dan dari laporan. Mereka memiliki selongsong peluru karet yang diambil dari tubuh korban, hingga butir peluru tajam yang belum digunakan yang ditemukan di lokasi kerusuhan.

Baca Juga :  Banjir dan Tanah Longsor di Bandung Barat, 9 Orang Hilang dan 300-an Warga Ngungsi

MER-C, kata Jose, masih mengumpulkan bukti lain dan siap menerima laporan lain jika memungkinkan. Karena itu, ia belum dapat memastikan kapan laporan ini akan diajukan. “Waktunya belum pasti, tapi pasti akan kita laporkan,” kata Jose.

MER-C merupakan salah satu lembaga relawan medis yang turun saat kerusuhan selama tiga hari itu. Lebih dari 30 relawan yang terdiri dari dokter, perawat, dan logistik medis, diturunkan ke lapangan.

Dari catatan mereka, kerusuhan itu mengakibatkan 8 orang tewas, 93 luka non-trauma, 79 luka berat, 462 luka ringan, dan 95 lain masih menjalani pemeriksaan. Adapun usia korban yang berada di kisaran 20 hingga 29 tahun, adalah sebanyak 294 orang. Sedangkan di bawah 19 tahun, 170 orang.(JSNews)

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com