SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mencuatnya fakta nenek miskin sebatang kara bernama Ngadinem (78), yang tinggal di gubug sepetak mirip kandang ayam di Dukuh Randu Kuning RT 1, Desa Krebet, Masaran, Sragen, membuat pihak Ketua Rukun Warga (RW), angkat bicara.
Haryanto, Ketua RW 1 Dukuh Randu Kuning menuturkan sebenarnya warga dan lingkungan tak tinggal diam. Menurutnya warga dan RT maupun tokoh setempat sudah berupaya membantu dan memperhatikan Mbah Ngadinem.
Ia menyampaikan Mbah Ngadinem pernah menerima bantuan bedah rumah sekitar lima tahun lalu senilai Rp 5 juta dari Pemkab.
Karena hanya Rp 5 juta dan dirasa tak cukup untuk membuat rumah yang layak, oleh warga dan RT setempat akhirnya sepakat rencananya bedah rumah ditunda sementara waktu sambil menunggu dana agar bisa dibuatkan yang lebih layak.
“Dari warga dan RT sudah ngeguhke (mengusahakan) agar bisa dibuatkan rumah yang layak. Diminta nunggu tambahan dana agar bisa untuk buatkan yang layak. Tapi uang Rp 5 juta itu malah diminta Mbah Ngadinem. Beberapa bulan kemudian ditanyakan uangnya malah sudah habis. Entah dikemanakan kami nggak tahu,” ujarnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Selasa (17/9/2019).
Karena uangnya habis, warga kemudian membuatkan rumah kecil di dekat jalan di pekarangan keponakan Mbah Ngadinem. Haryanto juga menyampaikan untuk jatah beras raskin atau rastra, Mbah Ngadinem memang sebelumnya selalu dapat.
Akan tetapi mulai tahun ini tidak lagi mendapat. Menurutnya pihak RT dan desa sudah pernah mengusulkan akan tetapi tak ada respon.
Haryanto mengatakan selain Mbah Ngadinem, ada beberapa janda dan nenek tua di wilayahnya yang tahun ini memang nggak mendapat lagi karena tak masuk di data pusat.
“Kalau raskin nggak dapatnya mulai tahun ini. Sebenarnya sudah kami usulkan ke desa, tapi itu datanya langsung dari pusat. Kami nggak berwenang,” tukasnya.
Haryanto juga menampik kondisi gubug sepetak yang ditempati Mbah Ngadinem, sudah bertahun-tahun. Ia menyampaikan jika gubug itu belum lama didirikan yakni sekitar satu dua bulan yang lalu.
Menurutnya, warga sudah berusaha membantu dan mengupayakan, akan tetapi kadang Mbah Ngadinem tak mau nurut.
“Orangnya memang agak angel (sulit) Mas. Maunya dibuatkan rumah di pinggir jalan, tapi dia nggak punya lahan. Di situ pun sebenarnya ada rumah keponakannya, tapi nggak mau nempati. Namanya orang sudah tua Mas, kalau ada orang datang omongannya suka begitu (berlebihan), ben dimesakne,” tandasnya.
Mbah Ngadinem mendadak jadi perhatian setelah kisah mirisnya mencuat ke media. Nenek sebatang kara asal Dukuh Randu Kuning RT 1, Desa Krebet, Kecamatan Masaran, Sragen itu selama bertahun-tahun tinggal di sebuah gubug kecil mirip kandang ayam.
Tak hanya ukurannya yang sempit, rumah Mbah Ngadinem juga jauh dari kata layak. Ukurannya hanya 1,5 meter x 2 meter dengan tinggi hanya 1,5 meter.
Kondisi bangunan pun seadanya. Hanya anyaman bambu sebagai dinding ditopang bambu tua serta kayu sebagai penahan agar tidak ambruk.
Atapnya pun hanya dibuat dari seng bekas yang ditutupi genting agar tak kabur jika diterpa angin. Lebih miris lagi jika menengok di dalamnya.
Hanya sebuah dipan reyot yang memenuhi separuh rumah gubug itu. Kayu-kayu penahan seng atap pun hanya diikat dengan rafia.
Saking sempitnya sampai tak ada dapur maupun meja kursi. Bahkan karena rendahnya, untuk masuk pun harus membungkuk.
Pemandangan miris rumah reyot Mbah Ginem itu sangat kontras dengan beberapa rumah di sekitarnya yang terlihat kokoh dan bagus.
Fakta miris kehidupan Mbah Ngadinem itu terungkap ketika dia nekat berjalan kaki untuk mendatangi posko Pengamanan Ormas Lingkungan Desa (Poldes) di desa tetangga yakni Desa Sepat, Masaran, Sragen, Senin (16/9/2019) tadi.
Di hadapan relawan dan Ketua Poldes, Mulyono, nenek renta yang tak punya sanak saudara maupun keluarga itu mengaku minta dibuatkan rumah agar bisa tinggal dengan layak.
“Tadi langsung kita cek ke lokasi. Ternyata memang memprihatinkan. Mirip kandang, ukurannya saja hanya pas untuk tidur. Dari keterangannya dan warga sekitar, sudah hampir tiga tahun Mbah Ngadinem itu tinggal di gubugnya itu. Tadi datang ingin menemui pimpinan kami Pak Bayan Mulyono. Dia menangis minta dibuatkan rumah yang layak,” papar Koordinator Lapangan Poldes Masaran, Bambang kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (16/9/2019).
Paikem, tetangga depan rumah Mbah Ngadinem menuturkan rumah gubug itu memang sudah bertahun-tahun ditempati Mbah Ngadinem. Seingatnya, gubug yang ada saat ini sudah yang ketigakalinya dibuat dari gotong royong warga.
“Dulu dibuatkan warga sudah dua kali. Tapi rusak dan ndoyong. Sekarang dibuat sendiri. Disuruh nempati rumah ponakan juga nggak mau, alasannya takut karena bukan rumah sendiri. Pinginnya punya rumah sendiri,” urai Paikem.
Selama ini, Mbah Ngadinem juga bertahan hanya dari uluran tangan tetangga dan bantuan makanan.
“Dia pendengarannya juga sudah kurang. Nggak punya anak dan keluarga. Makannya ya hanya dari pemberian tetangga. Kadang saya kasih, kadang kalau lapar dia datang sendiri tanya saya masak apa. Kasihan Mas, dulu dapat jatah beras, sekarang sudah lama nggak dapat,” tuturnya. Wardoyo