
SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus dugaan pelanggaran program penyertifikatan tanah melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kembali mencuat di Sragen. Kali ini sejumlah warga mengadukan indikasi ketidakberesan pelaksanaan PTSL di Desa Bonagung, Kecamatan Tanon.
Dugaan karut marut PTSL di Bonagung mencuat ketika warga mengadukan permasalahan terkait PTSL ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sragen, Rabu (30/10/2019).
Aduan dilayangkan oleh seorang pengacara bernama Sularto Hadi Wibowo dari Kantor Advokat Hadi Wibowo and Partners Jakarta. Sularto yang mengaku mendapat kuasa dari beberapa warga, melayangkan surat aduan soal pelanggaran pelaksanaan PTSL disertai beberapa bukti.
“Yang pertama kami melaporkan perihal terbitnya sertifikat ganda atas nama Paniyem (37) Desa Bonagung RT 24, Tanon, Sragen. Di mana sertifikat pekarangannya itu masih diagunkan di bank, tapi tiba-tiba bisa dipecah melalui program PTSL dan kemudian terbit dua sertifikat atas nama Paniyem dan saudaranya, Sunarso. Ini kah aneh, padahal PTSL itu hanya untuk penyertifikatan tanah yang masih letter C,” papar Sularto kepada wartawan usai menyerahkan aduan dan bukti ke BPN, Rabu (30/10/2019).
Ia mengatakan kasus dugaan sertifikat ganda itu mencuat setelah Paniyem berusaha menukarkan sertifikat agunannya dengan sertifikat baru hasil pemecahan lewat PTSL.
Di sertifikat lama yang jadi agunan, luasan tanah Paniyem tertera 938 M2. Namun di sertifikat baru hasil PTSL yang diterima beberapa waktu lalu, luasan tanahnya berubah jadi 461 m2.
Sontak, pihak bank dan notaris menolak dan terkejut melihat ada dua sertifikat yang sama-sama keluaran BPN Sragen itu.
Karena pihak bank menolak menukar sertifikat, Paniyem pun ketakutan dan akhirnya melunasi pinjamannya.
“Jadi indikasi sertifikat ganda ini terbongkar karena ketidaktahuan Bu Paniyem. Dan dua sertifikatnya dan satu sertifikat pemecahan atas nama Sunarso sementara diserahkan ke kami sebagai dasar pengaduan ke BPN,” terang Sularto.
Ia mengatakan kasus sertifikat ganda yang dipecah melalui PTSL itu jelas merupakan pelanggaran dan bisa berujung pidana. Sebab selain indikasi permainan proses pemberkasan PTSL, hal itu juga rawan terjadi penyalahgunaan sertifikat.
“Karena setahu kami, dasar untuk bisa diproses PTSL itu adalah tanah yang belum bersertifikat atau letter C. Lha kalau milik Bu Paniyem ini sudah ada sertifikatnya kok bisa diproses PTSL, berarti kan ada indikasi pemalsuan syarat letter C. Kemudian kalau mau dipecah, mestinya tidak bisa melalui PTSL. Sertifikat yang lama ditarik, lalu didaftarkan pemecahan lewat reguler. Bukan diam-diam dipecah lewat jalur yang melanggar begini,” terangnya.
Sularto tergerak untuk mengungkap kasus itu lantaran berpotensi merugikan masyarakat awam dan rawan penyalahgunaan sertifikat. Sebab dengan muncul 2 sertifikat yang sama-sama sah, bukan tidak mungkin akan memicu sengketa jika pemiliknya sudah tidak ada.
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com