JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM –
Salah satu kasus yang belakangan heboh adalah kasus gagal bayar ( default polis) nasabah senilai Rp 12,4 triliun yang menjerat perusahaan asuransi milik pemerintah, PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Kasus ini kemudian menjadi semakin memanas karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Jiwasraya sudah bermasalah sejak 10 tahun lalu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY pun bereaksi. “Kalau di negeri ini tak satupun yang mau bertanggung jawab tentang kasus Jiwasraya, ya salahkan saja masa lalu,” kata SBY seperti dikutip dari cuitan staf pribadinya Ossy Dermawan di akun Twitter @OssyDermawan, Jumat (27/12/2019).
Jika ditarik ke belakang, upaya pembenahan sebenarnya telah dilakukan di masa pemerintahan kedua presiden tersebut. Tempo mengumpulkan sederet upaya tersebut, berikut di antaranya.
Zaman SBY
20 Oktober 2004, SBY dilantik menjadi presiden. Dua tahun setelah itu, Jiwasraya tercatat memiliki masalah keuangan berupa defisit hingga Rp 3 triliun lebih.
Tahun 2006-2007, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyatakan opini disclaimer atas laporan keuangan dari Jiwasraya.
Barulah pada tahun 2009, Menteri BUMN saat itu, Sofyan Djalil (sekarang Menteri Agraria dan Tata Ruang) mengusulkan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Jiwasraya.
Usulan disampaikan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Akan tetapi, Sri Mulyani ingin agar Jiwasraya diaudit terlebih dahulu.
Usulan bailout ini juga ditulis dalam laman resmi Jiwasraya dalam sebuah artikel berjudul utang lenyap dalam operasi senyap.
Eks Dirut Jiwasraya, Hendrisman Rahim bercerita dalam artikel tersebut bahwa di tahun 2008, perusahaannya juga memiliki utang sebesar Rp 6,7 triliun. Maka, diajukanlah PMN meski gagal.
“Kami sudah mengajukan PMN, tapi baru sebatas draf saja sudah ditolak,” kata dia.
Tahun 2010, Kepala BAPEPAM-LK atau Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, Fuad Rahmany menilai pemberian PMN hanya akan berdampak pada kelayakan dan rencana penyehatan Jiwasraya. Sehingga pada akhirnya, PMN tak pernah diberikan.
Tahun 2012, Kementerian BUMN menyebut Dahlan Iskan justru sepakat menambah modal sebagai jalan penyehatan ke Jiwasraya.
Namun dalam blognya, disway.id, yang diterbitkan Minggu ( 29/12/019), Dahlan menyatakan dirinya tak menyetujui PMN saat itu.
Dahlan juga menceritakan jawaban dari seorang temannya yang memahami kasus Jiwasraya.
“Waktu itu memang ada usulan dari staf. Agar Jiwasraya disuntik modal. Tapi Pak Menterinya (Dahlan Iskan) menolak usulan itu,” tulis Dahlan menirukan jawaban temannya.
Di tahun yang sama, Jiwasraya pun menerbitkan produk asuransi JS Saving Plan. Produk tersebut diterbitkan sebelum OJK resmi beroperasi menggantikan BAPEPAM-LK pada akhir 2013.
Produk ini pula yang kemudian menjadi cikal bakal default Rp 12,4 triliun di Jiwasraya saat ini.
Zaman Jokowi
20 Oktober 2014, Jokowi dilantik menjadi presiden. Tahun 2014-2015, BPK menerbitkan laporan yang berisi banyak temuan soal kinerja bisnis Jiwasraya.
Salah satunya pengelolaan properti investasi di Jiwasraya yang tidak sesuai ketentuan.
Tahun 2016, BPK telah memberi lampu kuning. Lembaga ini memberi peringatan default kepada Jiwasraya atas pembelian surat utang jangka menengah milik PT Hanson International Tbk.
Saat peringatan BPK ini muncul, Jiwasraya pun sudah dalam pengawasan OJK yang dipimpin Muliaman Hadad.
Lalu sejak 2018 sampai akhir 2019, OJK menyatakan telah telah meminta Jiwasraya melakukan sejumlah langkah penyehatan.
Pertama, OJK meminta Jiwasraya untuk menyampaikan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang memuat langkah-langkah penanganan permasalahan.
Adapun, RPK yang telah ditandatangani Direksi serta Komisaris Jiwasraya dan memperoleh persetujuan pemegang saham yakni Kementerian BUMN, telah disampaikan kepada OJK.
Terhadap pemenuhan kewajiban pemegang polis saving plan yang telah jatuh tempo, OJK telah memantau opsi penyelesaian yang dilakukan Jiwasraya.
Dalam hal ini, Jiwasraya memberikan opsi roll over polis dengan skema pembayaran dimuka sebesar 7 persen netto.
Serta opsi bagi yang tidak ingin melakukan roll over dengan memberikan bunga pengembangan efektif sebesar 5,75 persen netto.
“Terhadap RPK yang telah disampaikan pada OJK, saat ini OJK melakukan pemantauan secara intensif melalui laporan realisasi RPK yang disampaikan Jiwasraya secara bulanan dan pertemuan rutin dengan manajemen,” kata juru bicara OJK Sekar Putih Djarot, 20 Desember 2019.
Bersamaan dengan itu, Jiwasraya kembali mengajukan PMN senilai Rp 32 triliun. Selain untuk menutupi dana nasabah yang gagal dibayar perusahaan, uang ini juga digunakan untuk memperbaiki keuangan perusahaan.