JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Buruh Bakal Demo Tolak Iuran BPJS Kesehatan Naik

Masa buruh berjalan dari kawasan Senayan menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, untuk unjuk ras tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (20/1/2020) / tempo.co
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah resmi diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2020. Namun demikian,  Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak.

Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Said Iqbal mengatakan, sikapnya itu akan disuarakan melalui unjuk rasa di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2020).

“Seharusnya pemerintah konsisten dengan pernyataannya untuk tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas 3. Karena dari kenaikan Penerima Bantuan Iuran, serta kenaikan kelas 1 dan 2, sudah bisa digunakan untuk menutupi defisit,” kata dia melalui pernyataan tertulis, Rabu (5/2/2020).

Menurut Said, setidaknya ada lima alasan buruh menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pertama, kenaikan ini membuat daya beli masyarakat jatuh.

“Sebagai contoh, untuk peserta kelas III rencananya naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 42.000. Jika dalam satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan tiga orang anak maka dalam sebulan mereka harus membayar Rp 210.000,” ujarnya.

Baca Juga :  Kecelakaan Maut Bus di Subang, Pengamat: Study Tour Mestinya Dilarang

Ia mengatakan, mungkin bagi warga DKI Jakarta dengan upah minimum Rp 4,2 juta tidak memberatkan.

Tetapi bandingkan dengan kabupaten/kota yang upah minimumnya di kisaran Rp 1 juta, mereka pasti akan kesulitan untuk membayar iuran tersebut.

“Misalnya masyarakat di daerah seperti Ciamis, Pangandaran, Sragen, dan lain-lain,” ucapnya.

Kedua, Said menuturkan bahwa BPJS Kesehatan adalah jaminan kesehatan dengan hukum publik, bukan berbentuk PT atau BUMN yang bertugas untuk mencari keuntungan. Sehingga menurutnya, Pemerintah tidak bisa serta merta menaikkan iuran BPJS Kesehatan tanpa berkonsultasi kepada masyarakat.

“Dengan kata lain, jika mengalami kerugian, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menutup kerugian tersebut. Apalagi hak sehat adalah hak rakyat. Sebagai hak rakyat, maka tugas pemerintah adalah memberikan hak tersebut,” kata dia.

Ketiga, kata Said, setiap tahun iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan buruh selalu ada kenaikan, seiring dengan adanya kenaikan upah yang diterima buruh setiap tahunnya.

Baca Juga :  Kesaksian 4 Pejabat Kemantan Sudutkan Syahrul Yasin Limpo, Takut Dipecat

Karena besaran iuran yang dibebankan ke buruh berdasarkan persentase yakni 4 persen dibayarkan pengusaha dan 1 persen dibayarkan oleh buruh. “Jadi jangan dipikir setiap tahun tidak ada kenaikan,” ujarnya.

Keempat, Said mengungkapkan, dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan maka terjadi migrasi kepesertaan menuju kelas yang lebih rendah. Kemudian ia memprediksi masyarakat berpindah kepada asuransi kesehatan dari swasta.

Alasan terakhir, kata Said, ketika rakyat tidak mampu lagi membayar iuran BPJS Kesehatan karena dirasa memberatkan maka sama saja kebijakan ini telah memeras rakyat.

Usai rapat bersama Komisi XI DPR pada 20 Januari 2020 lalu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan alasannya belum memberi solusi atas sengkarut BPJS Kesehatan.

“Ya belum waktunya, kalau datanya saya sudah dapat lengkap (baru memberi solusi). Sama seperti kalau saya mau memberikan terapi, ya saya harus punya diagnosa yang tepat. Kalau diagnosa ndak tepat, ya saya takut salah ngasih solusi,” ujar dia.

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com