JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Semarang

Sempat Diisolasi, Satu Pasien Suspect Corona di RSUD Moewardi Solo Akhirnya Meninggal Dunia

Kepala Dinas Provinsi Jawa Tengah, Yulianto Prabowo (tengah) didampingi Direktur RSUD dr Moewardi Solo, Cahyono Hadi (kanan) dan Kepala Bidang Pelayanan Medis, Harsini, Kamis (12/3/2020) malam. Tribun Jateng/ Muhammad Sholekan
   

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Seorang pasien Dengan Pengawasan (PDP) virus corona yang dirawat di RSUD dr Moewardi meninggal dunia, Rabu (11/3/2020). Informasi itu disampaikan Kepala Dinkes Jateng, Yulianto Prabowo dalam konferensi pers, Kamis (12/3/2020).

Dalam konferensi pers tersebut, hadir pula Direktur RSUD dr Moewardi Solo, Cahyono Hadi dan Kepala Bidang Pelayanan Medis Harsini.

“Kemarin, Rabu (11/3/2020) ada 1 Pasien Dengan Pengawasan (PDP) meninggal dunia yang dirawat di RSUD dr Moewardi Solo,” ungkap Yulianto Prabowo, di ruang Canopy lantai 2 kantor Dinkes Jateng, Jalan Cpt Pierre Tendean 24, Kamis (12/3/2020) malam.

Dia menyampaikan, sampai sejauh ini penyebab kematiannya adalah disebabkan gagal nafas karena pneumonia.

“Sehingga selama ini di Jawa Tengah ada 2 kematian PDP covid-19 yakni di RSUP dr Kariadi dan kemarin di RSUD dr Moewardi,” tuturnya.

Yulianto menjelaskan, penyebab sedang dalam pelacakan.

“Yang jelas meninggalnya karena gagal nafas disebabkan oleh pneumonia,” tegasnya.

Tak Ada Kontak dengan WNA

Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD dr Moewardi Solo, Harsini menyampaikan untuk 2 pasien tidak mempunyai riwayat kunjungan ke luar negeri.

Salah satu pasien tersebut meninggal, sedangkan satunya masih PDP (pasien dalam pengawasan) di RSUD Dr Moerwardi.

“Informasi dari keluarga pasien yang meninggal tidak ada kontak dengan WNA.”

“Namun, dia habis pulang dari sebuah seminar di Bogor.”

“Kebetulan keduanya adalah peserta seminar di Bogor itu,” terangnya.

Keduanya mengikuti seminar di Bogor pada 25-28 Februari 2020.

“Tanggal 29 mulai pilek dan batuk lalu ke dokter, ke rumah sakit masuk ke dalam observasi.”

“Lalu dipindahkan ke RSUD dr Moewardi sebagai PDP,” ungkapnya.

Dia menyampaikan, kedua pasien itu berjenis kelamin laki-laki dengan usia 58 dan 59 tahun.

“Sebelumnya, dari rumah sakit di sekitar Solo, soal rumah sakit mana kami tidak bisa menyebutkan. Yang jelas untuk pasien yang meninggal warga Jawa Tengah,” tuturnya.

PDP Corona Meninggal di RSUP Dr Kariadi Semarang

Sebelumnya, seorang pasien dalam pengawasan suspect virus corona (Covid-19), meninggal dunia pada Minggu (23/2/2020).

Pasien tersebut meninggal saat menjalani perawatan intensif di Ruang Isolasi ICU RSUP dr Kariadi Semarang.

Berkait hal tersebut, bertempat di Gedung Penunjang Lantai 1, Rabu (26/2/2020), pihak rumah sakit membeberkan kondisi baik sebelum hingga akhirnya pasien tersebut meninggal dunia.

Tujuannya tidak ada spekulasi lain yang beredar, terlebih yang justru meresahkan masyarakat.

Dalam kegiatan itu, dihadiri Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr Kariadi Semarang, dr Agoes Oerip Poerwoko.

Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang, dr M Abdul Hakam, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah, dr Yulianto Prabowo.

Serta Tim Medis RSUP dr Kariadi Semarang, dr Fathur Nurcholis dan dr Nurfarchanah.

Menurut dr Agoes Oerip Poerwoko, ada dua istilah yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terhadap pasien yang diduga terinfeksi suspect virus corona atau Covid-19.

“Yakni Pasien dengan Pengawasan (PDP) dan Orang dalam Pemantauan (ODP).”

“Itu perlu kami sampaikan, terlebih kasus yang merebak dari Desember 2019 hingga Januari 2020 yang sudah banyak dibicarakan di Indonesia.”

Baca Juga :  Diduga Penyakit Jantung Kumat, Pengemudi Kijang Oleng Hingga Tabrak Lapak Pedagang Buah di Kawasan Pasar Klewer Solo

“Sejak Januari sampai hari ini, kami sudah sempat merawat 10 pasien,” kata dr Agus kepada Tribunjateng.com, Rabu (26/2/2020).

Dia memaparkan, PDP itu adalah pasien dengan gejala klinis demam, batuk, dan sesak napas.

Kemudian pernah punya riwayat kunjungan ke beberapa negara yang positif corona oleh World Healht Organization (WHO).

Sementara, ODP adalah orang yang punya riwayat kunjungan ke negara-negara dan dinyatakan positif, tapi tidak menunjukkan gejala klinis.

“Maka, kedua kategori tersebut berbeda perlakuan. Yang kami rawat adalah orang dalam pengawasan, jadi memang ada gejala klinis.”

“Pada Minggu (23/2/2020) memang ada pasien dalam pengawasan yang meninggal dunia.”

“Jadi memang secara klinis pasien masuk dalam pengawasan, karena memang pasien ada riwayat kunjungan ke luar negeri.”

“Pasien itu menunjukkan gejala klinis bisa demam, batuk, sesak napas, dan gangguan napas berat,” ungkapnya.

dr Agus menyampaikan, pasien itu diperlakukan sesuai pedoman yang dibuat oleh Kemenkes.

Yaitu, penanganan dan pemeriksaan penunjang yang tujuannya adalah mencari penyebab utama apakah terjadi infeksi virus corona atau tidak.

“Alhamdulillah 10 pasien tersebut, 9 pasien sudah dinyatakan negatif oleh laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) di Jakarta.”

“Jadi memang di Indonesia yang melakukan pemeriksaan virus corona dipusatkan di Litbangkes.”

“Sedangkan satu pasien masih dirawat. Ini kami masih menunggu hasil pemeriksaan atas pasien tersebut,” tambahnya.

Pasien Meninggal

Dia menuturkan, untuk pasien yang meninggal, manifestasi infeksi pada seseorang itu banyak.

Pada kasus pasien yang meninggal, dimanifestasi seperti pada kasus-kasus Pneumonia (radang paru-paru) dan gangguan pernapasan berat.

“Walaupun gangguan berat, tapi bukan karena infeksi virus corona, yang lain juga bisa termasuk infeksi bakterial.”

“Proses spesifik juga bisa dan proses-proses untuk mendeteksi itu sudah kami lakukan.”

“Kebetulan tidak kami temukan adanya penyebab dari virus corona. Namun masih akan kami lakukan untuk menemukan penyebab lain,” ujarnya.

Terkait penaganan, dr Agus menyampaikan, kalau pasien belum jelas atau pasien dalam kategori pengawasan, perlakuannya dianggap positif terlebih dahulu.

“Kenapa kami anggap positif? Karena kami melindungi diri dan petugas-petugas kesehatan.”

“Katakanlah, seperti teman-teman kami yang dipulangkan dari China itu.”

“Walaupun secara fisik mereka sehat, petugas tetap ditangani atau diperlakukan sama.”

“Misal di ruang isolasi, petugasnya dengan pakaian khusus. Tujuannya untuk mencegah kalau misalnya itu terbukti infeksi,” tuturnya.

Bagi dia, petugas perlu selama 24 jam penuh menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) standar.

“Jadi setiap shif mereka memakai APD. Sampai pasien meninggal pun, prosesnya kami samakan dengan pasien-pasien yang dianggap positif.”

“Sampai kemudian sehari setelah meninggal hasilnya keluar dan negatif. Kalau negatif, kami yang melakukan penanganan,” tambahnya.

Proses Karantina

Secara prosedur, khusus ODP dilakukan pemantauan selama 14 hari seperti dikarantina.

Yakni di rumah tidak boleh bergaul dengan orang lain.

Hal itu menurut dr Agus, untuk menjaga agar yang berada di lingkungan sekitar tidak mudah tertular.

Karena masa inkubasi adalah 14 hari.

“Jadi terkait pasien yang meninggal dunia itu, awal masuk rumah sakit kami sudah memberi informasi kepada keluarga agar tidak berkunjung menengok.”

Baca Juga :  Teguh Prakosa, Wakil Gibran Akan Daftar Jadi Calon Walikota Solo, Yakin Partainya Melihat Figur Internal

“Proses memberikan pengertian kepada keluarga ini yang sulit sebenarnya bagi kami.”

“Yakni, bagaimana kami menjelaskan kepada keluarga, melarang keluarga mendampingi yang lagi sakit.”

“Ya, proses-proses itu sudah kami lakukan. Termasuk pemulasaraan jenazah, semuanya sudah kami proses di rumah sakit.”

“Kemudian tinggal menuju ke pemakamam oleh keluarga.”

“Semua proses sudah kami lakukan agar tidak menular, dan sekali lagi hasilnya negatif,” tambahnya.

Agus menegaskan, penyebabab pasien yang meninggal karena pnemonia, bukan karena virus corona.

“Kami juga perlu luruskan tidak ada istilah suspect corona,” tandasnya.

Terkait 10 pasien dalam pengawasan yang dimaksud adalah 3 di antaranya WNA dari Jepang, China, dan Korea.

Sedangkan sisanya warga negara Indonesia (WNI).

Negatif Corona

Sebelumnya juga telah disampaikan oleh Kabid Pelayanan Medik RSUP dr Kariadi Semarang, dr Nurdopo Baskoro.

“Menurut hasil laboratorium yang kami terima Senin (24/2/2020), pasien tersebut negatif corona (Covid-19),” kata dr Nurdopo kepada Tribunjateng.com, Selasa (25/2/2020) malam.

Saat ini pasien sudah dikembalikan ke keluarga dan keluarga sudah diberi edukasi terkait penanganan pasien yang meninggal tersebut.

“Karena sebelumnya, pasien yang meninggal belum diketahui penyebabnya.”

“Maka kami perlakukan pengawasan virus Covid-19.”

“Sehingga, perlakuan yang kami lakukan seperti pasien yang terkena virus corona,” tambahnya.

Pasien tersebut merupakan WNI dari Jawa Tengah.

Menurutnya, setiap pasien yang diduga terjangkit virus corona, yang sudah keluar, mendapatkan resume ringkasan perawatan.

Termasuk juga catatan apabila yang bersangkutan mendapatkan gejala klinis seperti sebelumnya harus kembali atau segera ke klinik.

“Alhamdulillah yang sudah kami pulangkan tidak ada masalah,” ujarnya.

Sementara masih dalam paparannya menyampaikan, tiga pasien berstatus pengawasan sebelumnya, dipastikan negatif corona (Covid-19).

“Pada pekan lalu, kami masih menunggu hasil dari Litbangkes Jakarta.”

“Hasilnya sudah keluar kemarin, Senin (24/2/2020). Hasilnya Alhamdulillah negatif corona.”

“Jadi tidak terbukti pasien yang kami rawat pada pekan lalu itu terinfeksi virus Novelcorona.”

“Nama virus itu novelcorona, nama penyakitnya Covid-19,” tutur dr Agoes Poerwoko.

Dia menuturkan, kedua WNI itu punya riwayat kunjungan ke luar negeri.

Kembali ke Indonesia ada gejala klinis demam, batuk, dan pilek.

Kunjungan ke luar negeri yang dimaksud adalah negara-negara yang sudah dinyatakan positif virus corona.

“Jadi untuk dua hal itu, kunjungan ke luar negeri dan gejala klinis pasien yang masuk, kami masukkan ke dalam pengawasan.”

“Jadi ketiga pasien itu awalnya memang kami masukkan ke dalam pasien pengawasan,” ujarnya.

dr Agoes Poerwoko menuturkan, secara klinis dari hasil lab yang keluar, mereka dinyatakan negatif corona.

Kalau tidak ada hasil lab dan masih ada gejala, masih akan diawasi selama dua pekan.

“Ketiga pasien tersebut sudah pulang pada Minggu (23/2/2020),” tambahnya.

RSUP dr Kariadi Semarang pada data terakhir sudah menerima pasien dengan gejala virus berjumlah 23 orang.

13 di antaranya dalam pemantauan yang artinya boleh pulang.

Sedangkan untuk 10 orang dalam pengawasan.

“Untuk yang pengawasan ini lah yang diuji lab dan hasilnya negatif.”

“Untuk yang pemantauan sudah lewat 15 hari dalam perawatan dan tidak ada gejala,” jelasnya.

www.tribunnews.com

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com