JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Opini

Alam Pesisir Membutuhkan Kasih Sayang

Dian Rahmawati Mahasiswa Biologi ITS
   
Dian Rahmawati Mahasiswa Biologi ITS
Oleh Dian Rahmawati
Mahasiswa Biologi ITS

Negara Indonesia dikenal dengan sebutan “Negara Maritim” karena berada dalam kawasan laut yang luas dan memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Dilansir dari situs Perumahan Perindo, Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki kepulauan terbesar di dunia, yaitu terdiri dari 17.499 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km.

Selain itu, Indonesia memiliki luas perairan yang terdiri dari laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman dengan luas 2.700.000 km atau 70% dari luas wilayah NKRI.

Kekayaan laut Negara Indonesia melimpah ruah, baik di daerah laut lepas ataupun di daerah pesisir. Kekayaan alam daerah pesisir di Indonesia sangat menarik untuk dibahas karena memiliki banyak manfaat bagi alam maupun kehidupan masyarakat pesisir itu sendiri.

Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Wilayah pesisir adalah daerah yang dinamis dengan frekuensi perubahan pada atribut biologi, kimia dan geologi termasuk produktivitas dan ekosistem yang beragam secara biologi.

Wilayah pesisir yang terdiri dari ekosistem pesisir,  seperti terumbu karang, mangrove, dan pantai yang memberikan manfaat bagi alam, yaitu sebagai penahan alami terhadap badai, banjir, dan erosi akibat gelombang air laut.

Selain itu, wilayah pesisir juga dapat dimanfaatkan oleh warga sebagai sumber ekonomi dengan terbentuknya ekowisata. Terbentuknya ekowisata juga dapat digunakan sebagai media konservasi mangrove ataupun tanaman bakau di sepanjang pesisir.

Sumber daya pesisir bersifat common pool goods, artinya memiliki akses terbuka yang secara umum menjadi milik bersama.

Hal tersebut menjadi penyebab utama masalah yang ada di daerah Pesisir Indonesia saat ini karena dengan adanya akses terbuka di daerah Pesisir Indonesia menyebabkan banyak masyarakat ataupun instansi non pemerintah yang memanfaatkan sumber daya alam di pesisir secara berlebihan tanpa adanya izin resmi kepada pemerintah dan tanpa adanya rehabilitasi.

Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan jika dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan ekosistem di daerah pesisir, seperti kerusakan vegetasi mangrove, hilangnya habitat beberapa spesies, rusaknya terumbu karang, dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut akan memicu terjadinya abrasi.

Abrasi atau erosi pantai merupakan depisit material yang terjadi di daerah pantai karena adanya gelombang laut yang arusnya sejajar dengan pantai dan tegak lurus dengan pantai sehingga akan membawa meterial dari pantai terutama pasir ke arah laut.

Penyebab utama abrasi laut adalah gelombang laut yang datang dari arah timur. Abrasi atau erosi pantai merupakan salah satu penyebab degradasi lingkungan.

Erosi pantai adalah salah satu dinamika pantai yang terjadi karena faktor alami maupun faktor buatan. Faktor alami yang mempengaruhi erosi pantai, seperti faktor klimatologi dan tektonik.

Baca Juga :  Optimalisasi Penerapan Literasi Digital pada Pendidikan Anak Usia Dini 

Faktor buatan yang menyebabkan terjadinya erosi pantai adalah aktivitas manusia di mana akan mengalih-fungsikan ekosistem pantai, seperti hutan bakau, padang lamun, dan gumuk pasir menjadi lahan pertanian, lahan kering, permukiman, dan ekstensifikasi pertambakan.

Erosi pantai atau abrasi pantai akan menyebabkan wilayah pesisir mengalami penggerusan yang luar biasa oleh air laut sehingga dapat mengakibatkan sebagian besar wilayah pesisir hilang dan akan terendam air laut.

Dilansir dari situs kemaritiman, seluas 798 hektar daerah di Pesisir Demak telah hilang akibat abrasi. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan, daerah pesisir pantai yang mengalami abrasi paling parah terjadi di Jawa Tengah dengan luas 5.518,91 km, Jawa Timur dengan luas 3.710,50 km, dan Jawa Barat di posisi ketiga dengan luas 2.953,17 km.

Tanpa adanya kebijakan maupun peraturan tegas dari Pemerintah Pusat menyebabkan masyarakat atau instansi non pemerintah yang tidak bertanggung jawab akan terus memanfaatkan sumber daya alam di Pesisir Indonesia dengan sesuka hati tanpa adanya rehabilitasi.

Penebangan mangrove di wilayah pesisir dengan tujuan untuk pembangunan hotel namun tidak ada upaya rehabilitasi vegetasi mangrove adalah salah satu contoh tindakan perusakan lingkungan di wilayah pesisir.

Dilansir dari Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari, pembangunan pelabuhan yang berada di dekat PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) dapat mengakibatkan kerusakan habitat ikan sehingga menyebabkan jenis ikan berkurang.

Selain itu, Pemerintah Pusat sebenarnya sudah mengeluarkan peraturan mengenai pengelolaan wilayah pesisir, namun dalam pelaksanaanya tidak berjalan secara maksimal.

Pemerintah Pusat masih kurang aktif dalam melakukan survey dan perbaikan terhadap berbagai macam kerusakan ataupun masalah yang terjadi di Pesisir Indonesia.

Survey dan perbaikan mengenai kerusakan wilayah pesisir seharusnya aktif dilakukan agar masalah maupun kerusakan tersebut dapat segera teratasi sehingga tidak menimbulkan dampak yang semakin besar.

Agar tidak memakan biaya yang besar dalam menangani kerusakan di Pesisir Indonesia, Pemerintah Pusat dapat menerapkan kebijakan mitigasi dan adaptasi bencana alam menggunakan konsep yang murah dan mudah, contohnya seperti konsep Building With Nature (BWN).

Dilansir dari situs Wetlands International, konsep Building With Nature (BWN) merupakan konsep restorasi atau membangun pantai dengan alam.

Konsep BWN memiliki beberapa keunggulan, seperti biaya pengurukan pasir per m3 lebih ekonomis dibandingkan dengan beach nourishment tradisional dengan periode pengisian pasir kembali yang lebih panjang.

Konsep BWN pertama kali dikembangkan oleh Negara Belanda di mana proses rehabilitasi pantai dilakukan dengan memanfaatkan proses alam, misalnya memanfaatkan kombinasi pembangunan Bendung Air dan pertumbuhan alami jalur hijau mangrove.

Baca Juga :  Optimalisasi Penerapan Literasi Digital pada Pendidikan Anak Usia Dini 

Konsep Membangun Bersama Alam untuk rehabilitasi pantai sebenarnya sudah pernah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 2005 di Demak, Jawa Tengah.

Saat itu, digunakan kombinasi antara APO (Alat Peredam Ombak) dari bambu untuk memperangkap sedimen dan penanaman mangrove.

Kemudian, pada tahun 2013 di daerah sekitar Demak juga menggunakan konsep Building With Nature (BWN) untuk merehabilitasi pantai berlumpur dengan menggunakan hybrid engineering.

Teknologi ini menggabungkan ilmu rekayasa pantai dan proses alamiah dengan menggunakan struktur lolos air (permeable) dari bahan-bahan lokal, seperti bambu, ranting kayu yang didesain dengan ukuran dan tata letak tertentu.

Diharapkan dengan bantuan alam, lumpur akan terperangkap oleh struktur hybrid tersebut, yang lambat laun akan mengembalikan pantai lumpur yang tererosi dan sedimen yang terperangkap kemudian akan membentuk bentang lahan yang akan menjadi media yang tepat untuk tumbuhnya bibit mangrove.

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007, dikatakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sumber daya yang ada di wilayah pesisir, antara lain sumber daya hayati, sumber daya nonhayati, sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain. Sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, dan mineral dasar laut. Sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan.

Sedangkan jasa-jasa lingkungan dapat berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan, serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.

Contoh mitigasi dan adaptasi bencana alam menggunakan konsep BWN di atas telah menunjukkan kepada kita bahwa terdapat seribu cara untuk mengatasi kerusakan ataupun permasalahan yang terjadi di Pesisir Indonesia saat ini.

Hukum sudah ada, tersisa niat dan usaha dari Pemerintah maupun masyarakat Indonesia yang sangat dibutuhkan oleh alam untuk menyembuhkan diri dari penyakit yang disebabkan oleh ulah orang-orang tidak bertanggung jawab.

Pemerintah diharapkan tidak hanya mengurusi para koruptor yang tidak ada habisnya menghabiskan uang negara tanpa ada hukum yang jelas dan tegas, namun juga harus mengurusi alam pesisir Indonesia dari tangan-tangan jahil.

Harta tidak akan berguna jika alam bahkan tidak ada. Jika alam dimusnahkan, lalu darimana kita masyarakat Indonesia akan mendapatkan makanan dan tempat tinggal ? (*)

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com