Beranda Daerah Sragen Pengeringan Lahan di Sragen Diduga Jadi Tambang Mafia, Warga Sambungmacan Ungkap Ada...

Pengeringan Lahan di Sragen Diduga Jadi Tambang Mafia, Warga Sambungmacan Ungkap Ada Oknum DPU-PR Minta Rp 800 Juta. Ini Inisial Makelar Pengusaha dan Oknum Yang Menerima Setoran!

Ketua dan sekretatis DPD KPK RI Sragen saat menyerahkan surat terbuka dan dokumen indikasi permainan lelang proyek dan pengeringan lahan kepada Ketua DPRD Sragen, Suparno usai audiensi, Kamis (13/8/2020). Foto/Wardoyo
Ketua dan sekretatis DPD KPK RI Sragen saat menyerahkan surat terbuka dan dokumen indikasi permainan lelang proyek dan pengeringan lahan kepada Ketua DPRD Sragen, Suparno usai audiensi, Kamis (13/8/2020). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Audiensi DPD Kesatuan Pengawasan Korupsi (KPK) RI Sragen dengan Ketua DPRD di DPRD Sragen, Kamis (13/8/2020) menguak indikasi baru.

Selain proses lelang 17 proyek yang ditengarai diwarnai kongkalikong, audiensi juga mencuatkan data baru soal adanya mafia pengeringan lahan yang melibatkan oknum di DPU-PR Sragen.

Fakta itu diungkapkan salah satu aktivis asal Sambungmacan Sragen, Tri Hartono. Saat mendapat kesempatan berbicara, ia mengatakan ada indikasi permainan makelar dan mafia dalam proses pengeringan lahan skala besar di Sragen.

“Salah satu makelar tanah dari pengusaha inisial S mengatakan bahwa orang PU (DPU PR) minta uang Rp 800 juta. Uang Rp 800 juta itu diberikan kepada inisial L di DPU PR. Saya nggak bisa bayangkan uang segitu banyaknya,” paparnya.

Hartono pun menengarai gelontoran uang itulah yang diduga memiliki benang merah dengan karut marut izin pengeringan lahan di Sragen.

Hal itu pula yang kemudian membuat proses pengajuan izin pengeringan bak bumi dan langit antara pengusaha dengan warga.

“Kenapa kalau masyarakat mau izin pengeringan lahannya untuk hunian saja tidak bisa. Sudah dipingir jalan, tidak ada saluran, sudah tidak ada tanaman, mau dikeringkan untuk dibuat rumah sendiri saja ditolak,” paparnya.

Hartono kemudian menyampaikan jika kondisi masih seperti itu, ia meyakini rakyat kecil akan kesulitan dan selamanya tak akan bisa mengurus pengeringan lahannya karena tak punya uang banyak.

Baca Juga :  Breaking News: Warga Sangiran Kalijambe Digegerkan Seorang Pemuda Hilang dan Hanyut di Sungai Cemoro Jembatan Cinta Penghubung Sragen dengan Karanganyar

“S bisa berikan Rp 800 juta ke L karena punya uang, lha kalau masyarakat kecil nggak mungkin bisa memberi Rp 800 juta. Bener-bener itu kurang ajar. Makanya sebagai wakilnya rakyat, DPRD harus bertindak. Jangan sampai ada persepsi di masyarakat, wo lha bupatine kae, kepala PU-ne kae. Pasti masyarakat akan berfikir begitu. Makanya agar tidak jadi kesan seperti itu, harus diusut tuntas. DPUPR harus dibersihkan dari praktik-praktik nggak bener,” tandasnya.

Ketua DPRD Sragen, Suparno menyampaikan akan menelusuri indikasi itu dan meminta data-data atau dokumen yang terkait. Namun pihaknya menegaskan tetap akan mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menangani aduan apapun termasuk soal ini.

“Katanya tadi ada makelar tanah inisial S setor Rp 800 juta narik dari sana-sana untuk pengeringan, lalu dikumpulkan ke inisial L. Itu akan kami telusuri dulu. Tetap kita utamakan asas praduga tak bersalah,” terangnya.

Terpisah, Kepala DPU PR Sragen, Marija saat ditemui wartawan seusai audiensi dengan KPK RI di DPU PR dua hari lalu menyatakan untuk pengeringan, pihaknya sudah berpedoman pada Perda Tahub 2020.

Soal tudingan adanya oknum DPU PR yang minta dan menerima Rp 800 juta untuk izin pengeringan lahan, ia mengaku tak faham dan tak tahu.

Baca Juga :  Diakhir Jabatan Bupati Yuni, Kabupaten Sragen Raih 3 Besar Kabupaten Terinovatif Dalam Penghargaan IGA 2024

“Saya nggak paham dan nggak benar. Karena itu bukan urusan kami, kami nggak paham, nggak dengar,” katanya

Soal keluhan sebagian masyarakat bahwa pengeringan lahan di Sragen dirasakan sulit, Marija menampik. Ia menyebut pihaknya sudah on the track dan sesuai dengan kondisi lahan yang diatur dalam Perda.

“Kan jenis ruang itu ada tiga. Satu hijau untuk kawasan pangan, yang kedua kuning adalah pemukiman yang lain bisa, merah zona industri. Kalau yang hijau apapun, siapapun yang minta tidak bisa dikeringkan. Yang kuning baru bisa dikeringkan, orang yang minta yang hijau siapapun yang minta tidak bisa,” tandasnya. Wardoyo