JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Tersangka Kasus Aborsi Diduga Seorang Residivis

aborsi
ilustrasi/Teras.id
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Tersangka dalam kasus klinik aborsi dr. SWS di Jalan Raden Saleh Cikini  diduga adalah seorang residivis.

Dugaan itu muncul dari ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel. Dia menduga dr Sarsanto alias SWS pernah dihukum untuk kasus yang sama, yaitu praktik aborsi ilegal.

Reza menemukan nama dokter Sarsanto terlibat dalam kasus aborsi di Jakarta Timur pada pemberitaan sebuah media massa.     

“Nama yang sama ternyata juga pernah tersangkut kasus praktik aborsi ilegal pada tahun 2000 silam,” kata Reza ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Reza mempertanyakan bagaimana proses hukum dalam menangani residivisme praktik aborsi ini. Dia membandingkannya dengan UU 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

“Predator seksual yang korbannya lebih dari satu, mengacu UU tersebut, bisa dikenai ancaman hukuman mati. Tapi (oknum) dokter jagal dengan korban ratusan bahkan mungkin ribuan janin (manusia!), ancaman pidananya hanya sepuluh tahun. Tanpa pemberatan,” ujarnya dalam pesan singkat kepada Tempo, Selasa (18/8/2020).

Baca Juga :  Jika Tuduhan Pencatutan Nama Dosen Malaysia Terbukti, Pakar: Gelar Guru Besar Dekan FEB Unas Mestinya Dicopot

Baca juga: Klinik Aborsi Diungkap karena Tersangka Pembunuh Bos Roti Pernah Jadi Pasien

Reza juga membandingkan proses berpikir pelaku aborsi dengan proses berpikir pelaku pembunuhan berencana terhadap anak yang sudah dilahirkan.

Dokter yang melakukan praktik aborsi ilegal maksimal dihukum sepuluh tahun, sementara pelaku pembunuhan anak bisa dijatuhi hukuman mati.

Reza menyayangkan tidak ada pasal pemberatan yang dapat mengganjar residivis kasus aborsi ilegal atas perbuatannya.

Secara umum ia menilai, residivisme terjadi karena penghukuman yang sudah diterapkan kepada terpidana gagal memunculkan efek jera. Kegagalan tersebut, bisa disebabkan karena penilaian need and risk di sistem lapas tidak tepat.

Baca Juga :  Banjir Amicus Curiae ke MK, Pakar: Bukan Bentuk Intervensi

“Padahal penilaian tersebut merupakan pintu masuk untuk menentukan ragam program yang tepat bagi terpidana agar tidak menjadi residivis,” kata Reza.

Ia juga mencatat bahwa kelemahan sistem tersebut bisa menjadi alasan mengapa pelaku residivis bisa berkeliaran, dan dalam kasus ini, memiliki praktik aborsi yang diduga ilegal.

Kasus klinik aborsi ini terungkap ketika polisi menggerebek klinik dr. SWS di Jl. Raden Saleh I, Jakarta Pusat pada Senin, 3 Agustus 2020, menangkap sebanyak 17 orang tersangka. 

Penggerebekan tersebut berawal dari penyidikan polisi atas kasus pembunuhan berencana bos toko roti, tersangka pernah menjadi pasien dr. SWS.

Tercatat bahwa klinik aborsi tersebut melayani 2.638 pasien terhitung dari Januari 2019 hingga 10 April 2020 dan mendulang keuntungan hingga Rp 70 juta per bulan.

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com