JOGLOSEMARNEWS.COM Edukasi Pendidikan

Sebagian Besar Siswa Setuju Pembelajaran Tatap Muka, Ini Alasannya

Ilustrasi kegiatan belajar mengajar Sekolah Dasar (SD) / tempo.co
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kerinduan untuk melakukan pembelajaran tatap muka, terwakili oleh hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Hasil survei tersebut mencatat, 48.817 dari 62.448 peserta didik atau 78,17 persen responden setuju sekolah tatap muka muka dibuka pada Januari 2021.

Sebanyak 6.241 siswa atau sekitar 10 persen menyatakan tak setuju dan 7.390 siswa atau sekitar 12 persen menyatakan ragu-ragu.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, responden yang setuju sekolah tatap muka dibuka Januari 2021 umumnya memberikan alasan sudah jenuh dengan pembelajaran jarak jauh dan butuh variasi dengan pembelajaran tatap muka.

“Terutama untuk praktikum dan membahas materi-materi yang sangat sulit yang tidak bisa diberikan melalui PJJ,” kata Retno dalam keterangan tertulis, Senin (28/12/2020).

Menurut Retno, hampir 56 persen responden yang setuju sekolah tatap muka menyampaikan alasan ini, terutama siswa kelas 6 SD, kelas 9 SMP, dan kelas 12 SMA/SMK.

Adapun para responden yang tak setuju pembelajaran tatap muka dibuka Januari 2021, lanjut Retno, umumnya khawatir tertular lantaran kasus Covid-19 di daerah tempat tinggal mereka masih tinggi.

Sebanyak 45 persen dari responden yang menolak sekolah tatap muka Januari 2021 menyatakan alasan ini.

Selain itu, sebanyak 40 persen responden yang menolak juga meragukan kesiapan sekolah dalam menyediakan infrastruktur dan protokol kesehatan untuk adaptasi kebiasaan baru.

Retno berujar survei dilakukan selama satu pekan pada 11-18 Desember 2020 dengan 62.448 siswa. Sebanyak 55 persen di antaranya merupakan responden laki-laki dan 45 persen responden perempuan.

Para responden berasal dari jenjang pendidikan SD (25.476 siswa atau 40,18 persen), SMP (28.132 siswa atau 46 persen). Kemudian SMA (3.707 siswa atau 5,6 persen), SMK (4.184 siswa atau 6,7 persen), dan siswa Sekolah Luar Biasa (49 siswa atau 0,08 persen), serta madrasah (900 siswa atau 1,44 persen).

Responden berasal dari 34 provinsi dengan mayoritas dari Pulau Jawa. Adapun provinsi dengan jumlah responden tertinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, DI Yogyakarta. Disusul Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Banten, Bengkulu, dan lainnya.

Responden mengikuti survei dengan mengisi Google Form yang disebarkan melalui Whatsapp dan Facebook. Penyebaran kuisioner dibantu penggiat pendidikan dan para guru dalam jaringan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

“Survei singkat ini dibuat memang untuk mendengarkan suara anak-anak Indonesia,” kata Retno.

Retno menuturkan survei juga menemukan bahwa masih minim persiapan untuk pembukaan sekolah.

Dari 5,25 persen responden yang sudah mengikuti pembelajaran tatap muka, 8,04 persen di antaranya menyatakan tak ada wastafel atau tempat cuci tangan dalam bentuk apa pun di sekolahnya.

Kemudian, 67,31 persen siswa yang sudah sekolah tatap muka menyatakan tak pernah melihat ada bilik disinfektan di sekolahnya dan 52,67 persen menyatakan belum pernah melihat sosialisasi tertulis protokol kesehatan tertempel di lingkungan sekolah.

Sosialisasi lisan pun tercatat minim. Sebanyak 77,36 responden yang sudah sekolah tatap muka mengaku tak pernah mendapat sosialisasi secara lisan protokol kesehatan di sekolah.

Mereka langsung masuk sekolah dengan ketentuan wajib memakai masker selama berada di lingkungan sekolah.

Sedangkan 22,64 persen responden menyatakan pernah menerima sosialisasi protokol kesehatan dari pihak sekolah sebelum dimulainya pembelajaran tatap muka, tetapi rata-rata hanya satu kali sosialisasi saja.

KPAI mendorong pemerintah pusat dan daerah mempersiapkan sungguh-sungguh rencana pembelajaran tatap muka agar sekolah tak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Retno meminta pemerintah melakukan pemetaan kesiapan setiap sekolah.

“Meski zonanya hijau, tetapi sekolah belum siap, maka tunda PTM, tetap perpanjang PJJ, perlu keterlibatan aktif Gugus Tugas Covid-19 daerah,” kata Retno.

Dia juga menyarankan agar pembelajaran tatap muka hanya untuk materi yang sulit, sangat sulit, dan memerlukan praktikum. Sedangkan materi sedang dan mudah diberikan lewat PJJ.

Selain itu, KPAI menilai harus ada panduan bagi sekolah dan daerah saat akan menggelar pembelajaran tatap muka dan pembelajaran jarak jauh secara campuran.

“Sekolah harus didampingi dan didukung pendanaan untuk menyiapkan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adapatsi kebiasaan baru (AKB) di satuan pendidikan. Kalau belum siap sebaiknya tunda buka sekolah pada Januari 2021,” ujar Retno.

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com