Beranda Daerah Solo Penyidikan Adik Kandung Terkait Kesaksian Palsu Dihentikan Polisi, Warga Serengan Gugat Pra...

Penyidikan Adik Kandung Terkait Kesaksian Palsu Dihentikan Polisi, Warga Serengan Gugat Pra Peradilan Polresta Solo

Polresta Surakarta digugat pra peradilan seorang warga Serengan bernama Joenoes Rahardjo ke Pengadilan Negeri (PN) Surakarta. Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Polresta Surakarta digugat pra peradilan seorang warga Serengan bernama Joenoes Rahardjo ke Pengadilan Negeri (PN) Surakarta.

Gugatan itu berkaitan dengan keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Satreskrim Polresta Surakarta atas kesaksian palsu yang dilakukan adik kandungnya sendiri Setia Budi Rahardjo dan istrinya Sandrawati Gunawan.

Akibat kesaksian palsu itu, Joenoes yang dituduh memukul sang adik harus dihukum kurungan empat bulan penjara dan telah bebas 2018 silam.

“Sidang perdana nanti berlangsung di PN Surakarta, senin pekan depan,” kata kuasa hukum Joenoes Rahardjo, Kardiansyah Afkar , Kamis (03/12/2020).

Dari informasi yang dihimpun, kasus itu bermula dari masalah keluarga yakni pembagian harta warisan tahun 2018 silam. Namun seiring berjalannya waktu, Joenoes menyebut sang adik justru membawa seluruh warisan yang seharusnya diberikan secara merata.

“Saat kita datangi untuk mengajak berembug selalu menghilang dan melaporkan ke polisi karena merasa ada ancaman,” ungkap Joenoes.

Atas saran dari salah satu penyidik Satreskrim, baik Setiabudi serta Joenoes diminta datang ke Polresta Surakarta untuk dimediasi. Namun saran itu disebut Joenoes tak digubris sang adik.

Hingga akhirnya, Joenoes bersama 10 orang anggota salah kelompok ormas berniat menjemput Setiabudi untuk diajak ke Polresta Surakarta dalam rangka mediasi.

“Nah saat itulah awal mula saya dituduh memukul adik saya. Padahal dari rekaman cctv dan keterangan empat saksi saya tidak pernah memukul adik saya,” tegasnya.

Baca Juga :  KEREN! Baru 2 Tahun Berdiri, Hampir Setengah Lulusan Universitas Pignatelli Triputra Sudah Dapat Kerja !

“Namun adik saya dan istrinya memberikan keterangan di pengadilan serta dari BAP (berita acara pemeriksaan) polisi saya memukul dan akhirnya dihukum 4 bulan 15 hari. Karena dalam proses saya sudah ditahan selama itu akhirnya bebas,” tuturnya.

Kardiansyah Afkar memaparkan, atas dasar itulah adanya gugatan pra peradilan atas kasus memberikan keterangan palsu di persidangan. Laporan polisi ini dilakukan pada 2019.

Dalam prosesnya dikeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). Maka,  menyatakan dari tahap penyelidikan dinaikkan ke penyidikan karena ditemukan bukti yang cukup,” jelasnya.

Namun, lanjut dia, dari pihak penyidik mengeluarkan SP3 dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal, ketika proses penyelidikan sudah dinaikkan ke proses penyidikan maka sudah memenuhi bukti permulaan yang cukup.

“Akan tetapi, dikeluarkan SP3 dengan alasan tidak cukup bukti. Artinya apa? keterangan yang sangat kontradiktif,” tegasnya.

Menurutnya, alat bukti yang sudah ditetapkan yaitu putusan pengadilan dan beberapa saksi yang menyatakan bahwa kliennya tidak pernah melakukan pemukulan terhadap adiknya.

“Di proses penyidikan ada keterangan ahli yang tidak digunakan oleh penyidik. Padahal ahli tersebut adalah permintaan dari penyidik,” ucapnya.

Dengan adanya itu, pihaknya mempertanyakan objektivitas penyidik. Keterangan ahli yang secara institusional diminta oleh penyidik tidak dipakai.

Baca Juga :  Carut Marut Pembahasan RAPBD Solo 2025, Fraksi PSI Targetkan Lobi Politik Selesai Pekan Ini

“Kalau saya boleh mengatakan itu dihilangkan, tidak pernah dimunculkan. Artinya objektivitas penyidik kami pertanyakan dalam perkara ini,” jelasnya.

Terpisah, Kastreskrim Polresta Solo AKP Purbo Adjar Waskito ketika dikonfirmasi menyampaikan syarat materiil dan formil penegakan hukum harus dipenuhi semua.

“Termasuk kita melihat perkara hukum itu penyidik tidak bermain sendiri. Kita juga melibatkan ahli,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, apabila bukti-bukti dan keterangan ahli apabila sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni dua alat bukti.

“Kalau dua alat bukti itu tidak terpenuhi tentunya perkara tidak akan dilanjutkan. Itu yang menjadi pertimbangan kita untuk penghentian perkara,” tukas mantan Kasatreskrim Polres Wonogiri tersebut. Prabowo