Beranda Market Ekbis Ekonomi Syariah Jadi Motor Baru Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca Pandemi

Ekonomi Syariah Jadi Motor Baru Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca Pandemi

Ilustrasi investasi Forex. Pixabay

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Ekonomi syariah berpotensi menjadi pendekatan alternatif dan motor baru untuk mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pascapandemi Covid-19 karena memiliki keunggulan-keunggulan yang berakar pada prinsip Syariah, yakni relatif stabil, aman, dan resilient. Hal itu terungkap dalam Webinar Sharia Economic Outlook Ekonomi Syariah Indonesia 2021, yang digelar Selasa (19/1/2021).

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2020 pertumbuhan aset industri keuangan syariah mencapai 21,48 persen menjadi Rp1.770,32 triliun. Jumlah tersebut mencakup aset yang dimiliki industri perbankan syariah sebesar Rp593,35 triliun, pasar modal syariah Rp1.063,81 triliun, dan IKNB syariah Rp113,16 triliun.

Pertumbuhan positif di sektor industri perbankan syariah juga terjadi sepanjang 2020. Hingga akhir tahun lalu, pembiayaan Bank Umum Syariah di Indonesia tumbuh 9,5 persen secara tahunan (year-on-year), jauh di atas pertumbuhan pembiayaan industri perbankan nasional di level -2,41 persen. Pertumbuhan ini ditopang ketahanan yang cukup baik dengan rasio CAR sebesar 21,59 persen, NPF Gross 3,13 persen, dan FDR 76,35 persen. Dan indikator-indikator tersebut memberikan kepercayaan bahwa kita akan lebih bagus di 2021.

“Kami juga menyambut baik bahwa di Islamic Finance Development Report 2020 Indonesia menempati ranking ke dua sebagai the most developed country in islamic finance. Kemudian Indonesia menempati ranking keempat di Global Islamic Indicator 2020/2021, dan peringkat keenam di kategori keuangan syariah. Ini indikator bahwa kita bisa ke depan lebih baik lagi di pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah. Kita bisa menjadi kelas dunia mengalahkan negara-negara lain,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat menjadi Pembicara dalam Webinar tersebut.

Di sisi lain, ada empat hal yang harus dilakukan pelaku industri keuangan serta perbankan syariah agar mampu membawa Indonesia menjadi negara terdepan dalam penerapan ekonomi dan keuangan syariah. Pertama, harus ada upaya bersama agar market share keuangan syariah di Indonesia bisa tumbuh hingga target sebesar 20 persen. Kedua, inklusi dan literasi keuangan syariah harus ditingkatkan. Ketiga, pelaku industri keuangan syariah harus menghadirkan lebih banyak lagi produk berbasis syariah. Terakhir, penggunaan teknologi serta SDM yang tangguh untuk menghadirkan akses layanan keuangan syariah yang masif, luas, murah dan akurat.

“Kami sambut baik rencana Kementerian BUMN menggabungkan tiga bank syariah yang dimiliki kementerian. Ini akan menjadi pengungkit dan benchmark baik dari segi produk, inovasi, akses masyarakat, SDM, dan menjadi role model, bahkan bukan hanya di Indonesia, tapi juga level regional dan global, ujar Wimboh.

Di sisi lain, Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN Nawal Nely mengatakan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk., sebagai entitas hasil merger tiga bank syariah milik negara bisa membantu mempercepat perwujudan multiplier effect bagi ekonomi nasional.

Melalui merger, diharapkan skala cakupan dan layanan perbankan syariah bisa semakin menjangkau masyarakat. Apalagi, nantinya Bank Syariah Indonesia akan beroperasi dengan mengandalkan keberadaan 1.200 cabang dan 20 ribu lebih pekerja yang tersebar di seluruh Tanah Air.

“Diharapkan dalam peta perbankan di Indonesia BSI akan menduduki ranking 7 atau 8 berdasarkan skala asetnya. Secara global, Bank Syariah Indonesia akan menjadi satu dari top 10 global bank yang islamic. Kemudian efisiensi biaya terhadap pendapatan secara kolektif, normally akan membaik jika skala aset perbankan syariah ini disatukan. Harapannya adanya konsolidasi, rasio biaya terhadap pendapatan ini bisa menurun ke 45 persen hingga 50 persen,” tukasnya. Prihatsari