JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Semarang

Bertahun-Tahun Nunggak Bayaran, Gubernur Ganjar Pastikan 174 Lulusan SMK Pelita Sumberlawang Sragen Dapat Ijazah Hari Ini. Sebut Ijazahnya Gratis, Lulusan Tidak Ditarik Bayaran!

Gubernur Ganjar Pranowo saat menunjukkan laporan penyerahan ijazah lulusan SMK Pelita Bangsa Sumberlawang Sragen, Senin (22/3/2021). Foto/Humas Pemprov
   

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sempat menjadi sorotan, sebanyak 174 siswa SMK Pelita Bangsa Kabupaten Sragen dikabarkan menunggak bayaran hingga ratusan juta akhirnya bisa menerima ijazah mereka.

Ijazah mereka diberikan setelah para siswa yang lulus sejak 2014 itu dikabarkan belum mengambil ijazahnya karena pekewuh masih nunggak bayaran.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan persoalan di SMK Pelita Bangsa Sumberlawang tersebut sudah selesai. Sebanyak 174 siswa SMK Pelita Bangsa telah mendapatkan ijazahnya.

“Ini ada fotonya, ini barusan selesai. Jadi yang kemarin tidak bisa di Sragen, SMK Pelita Bangsa, per hari ini di Kantor Kecamatan Sumberlawang telah diserahkan 174 ijazah kepada perwakilan siswa,” kata Ganjar ditemui di rumah dinasnya, Senin (22/3/2021).

Setelah berita itu santer di media, Ganjar langsung memerintahkan jajarannya untuk menindaklanjuti. Ia senang karena pihak sekolah kooperatif dan mau menyerahkan ijazah siswa yang menunggak itu.

“Ijazahnya gratis, lulusan tidak dibebani biaya apapun. Ini saya sudah dikirimi gambarnya,” ucapnya sambil menunjukkan foto di handphonenya yang menunjukkan proses pembagian ijazah itu, Senin (22/3/2021).

Ganjar meminta seluruh sekolah di Jawa Tengah, khususnya swasta melakukan pendataan kepada siswanya. Jika ada siswa yang tidak mampu, maka mesti diupayakan mendapatkan bantuan atau semacam beasiswa.

“Bisa dengan beasiswa atau sebagainya. Maka sekolah wajib mendata itu,” jelasnya.

Ganjar juga mengatakan pihaknya sudah memberikan bantuan operasional sekolah daerah (Bosda) ke sekolah tersebut.

Disinggung tentang kondisi tunggakan yang membuat pihak SMK Pelita Bangsa tak memiliki energi untuk melakukan pengembangan SDM dan upgrading lainnya,  Ganjar mengatakan hal itu tergantung manajemen sekolah.

“Bantuan kita berikan ke siswa, bukan ke sekolah. Kalau sekolah biasanya bantuannya berupa sarana prasarana. Maka sebenarnya, setiap sekolah ditantang betul-betul untuk bisa mengelola sekolah dengan baik,” ucapnya.

Ganjar mengakui hal itu memang tidaklah mudah. Dia memiliki banyak pengalaman serupa, bagaimana ada siswa sekolah swasta yang menunggak biaya sekolah dan terpaksa harus dibantu menebus ijazahnya.

“Beberapa kali pengalaman saya, saya nebusi ijazah, bayari tunggakan-tunggakan itu. Ada beberapa sekolah yang kompromi, dikasih diskon 50 persen. Tapi ada sekolah yang bayar sepenuhnya. Ya saya kumpulkan, itu dari saya kepada mereka,” pungkasnya.

Baca Juga :  Dagang Ciu di Bulan Ramadhan, Warga Sambungmacan, Sragen Dirazia Polisi, 3 Botol Miras Disita

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 174 siswa SMK Pelita Bangsa Sragen dikabarkan menunggak biaya administrasi sejak 2014 hingga 2019 lalu. Tercatat, jumlah tunggakan sebesar Rp174.445.000.

Ijazah Tidak Ditahan

Kepala SMK Pelita Bangsa Sumberlawang, Andi Kusnanto berbincang dengan JOGLOSEMARNEWS.COM mengatakan sejak 2014, memang banyak siswa di sekolahnya yang belum bisa melunasi administrasi sekolah. Jika dikalkulasi, tunggakan kewajiban para siswa tidak mampu ini mencapai lebih dari seratus juta.

Dari catatan sekolah, ada sekitar 174 siswa yang sejak 2014 masih belum bisa membayar biaya pendidikan. Dari jumlah itu, kewajiban yang belum terbayar mencapai Rp 174.445.000.

“Itu belum termasuk (lulusan) tahun 2020 karena dianggap masih bisa membayar,” paparnya.

Andi kemudian menguraikan jika dikalkulasi, rata-rata tunggakan biaya per anak sekitar Rp 1 juta. Dana tersebut merupakan uang selama proses pendidikan yang belum dibayarkan bahkan hingga para siswa tersebut lulus sekolah.

Menurutnya, semua data by name siswa itu juga ada dan tercatat rapi. Tunggakan itu adalah biaya selama proses pendidikan seperti uang SPP, uang ujian dan praktikum.

Meski bukan jumlah yang sedikit, Andi menerangkan pihak sekolah tidak pernah menagih kewajiban para siswa tersebut. Pasalnya, sejak awal SMK-nya dirintis dengan kebijakan memang berusaha membantu para siswa tak mampu agar bisa bersekolah.

Selain itu, pihak sekolah juga memaklumi jika secara ekonomi, kondisi para siswa itu memang mayoritas berasal dari keluarga kurang mampu.

“Makanya pihak sekolah memberikan keringanan. Pihak sekolah hanya bisa berdoa saja mudah-mudahan setelah lulus mereka bisa bekerja dan menjadi sukses,” terangnya.

Lebih lanjut, Andi menguraikan para siswa yang belum membayar uang tersebut, hampir semuanya tidak mengambil ijazah pasca kelulusan. Meski begitu, pihak sekolah mengaku tidak pernah menahan ijazah.

Bahkan, sekolah rela memfasilitasi dan mengantar ijazah ketika siswa membutuhkan untuk melamar pekerjaan.

Hal itu dilakukan semata-mata untuk membantu siswa dan tidak ingin menjadikan tunggakan sebagai penghalang masa depan mereka.

Baca Juga :  Viral Mobil Rusak Usai Minum Dexlite di Sragen, SPBU: Bukan Abal-abal, Tapi Karena Terkontaminasi Air

“Karena orang Jawa ya, mereka mungkin merasa pekewuh (tidak enak hati). Akhirnya banyak yang memilih menitipkan ijazahnya di sekolah. Tapi sekolah juga tak tega. Banyak yang ketika mereka butuh ijazah untuk bekerja, sekolah pasti memfasilitasi bahkan mengantarkan ijazah mereka,” imbuhnya.

Siswa Melunasi Ketika Sudah Kerja 

Seiring berjalannya waktu, tak sedikit siswa yang sudah bekerja dan mulai bisa memiliki penghasilan, kemudian tergerak datang ke sekolah untuk membayar kewajiban mereka.

Meski banyak juga yang hingga sekarang tetap membiarkan tunggakannya. Ia mencatat pada 2017, jumlah tunggakan masih mencapai Rp 250 juta.

Namun kemudian banyak siswa yang sudah bekerja kemudian berinisiatif untuk membayar ke sekolah sehingga tunggakan berangsur berkurang.

Andi menerangkan, tunggakan biaya hingga seratusan juta tersebut sebenarnya tidak sampai mengancam kelangsungan sekolah.

Hanya saja, menurutnya dana tersebut bisa digunakan untuk biaya pengembangan dan upgrading guru.

“Untuk operasional sekolah sebenarnya tidak terganggu. Hanya, dampaknya adalah tidak ada dana untuk pengembangan, penelitian, penulisan jurnal, maupun mensupport guru yang potensial untuk sekolah S-2 maupun S-3,” urainya.

Padahal, jika dana sebesar itu bisa dikembalikan, menurutnya banyak manfaat yang bisa dipetik. Pihak sekolah sendiri akan mampu memperbaiki kualitas pendidik dan kualitas pendidikan.

“Kalau uang itu cair, sekolah bisa support gurunya, ada training, upgrade, mengirimkan anak untuk lomba, karena itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” ungkapnya.

Kemudian pihak sekolah juga bisa menyalurkan alumni yang berkemampuan khusus ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tentunya disesuaikan ‘back to basic’ wilayah Sumberlawang dan sekitarnya yaitu pertanian, peternakan dan perikanan air tawar Waduk Kedung Ombo.

Di bagian akhir, Andi menyampaikan fenomena itu ia ungkapkan bukan untuk membuka kesulitan yang dihadapi siswa tidak mampu.

Akan tetapi ia berharap bahwa fenomena yang jamak dialami sekolah swasta itu bisa membuka pemahaman pada pemerintah bahwa masih banyak siswa kurang mampu yang butuh perhatian dan perlunya solusi bagi keberlangsungan sekolah swasta. Wardoyo

 

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com