JOGLOSEMARNEWS.COM – Situasi pandemi saat ini telah membuat pola aktivitas manusia berubah. Pembatasan aktivitas memaksa sebagian orang untuk lebih banyak berkegiatan di rumah, baik itu bersekolah, kuliah, maupun bekerja.
Saat bekerja atau bersekolah dari rumah, maka mau tidak mau kita diharuskan duduk menghadap layar laptop atau gawai. Namun yang harus diperhatikan adalah agar tidak terlalu lama duduk hingga berjam-jam. Selalu selingi dengan berdiri atau berjalan-jalan di dalam rumah.
Pasalnya, jika terlalu sering dan lama duduk bahkan hingga berjam-jam tanpa beranjak, maka penyakit Sindrom Piriformis bisa mengintai, seperti yang dikisahkan seorang gadis bernama Waode Nur Anisa di TikTok.
Sindrom Piriformis merupakan gangguan ketika otot piriformis di bokong mengalami nyeri pada saraf skiatik. Penyakit ini terjadi akibat adanya gangguan dari otot sempit yang berada di bokong.
Gejalanya meliputi nyeri, kesemutan, atau mati rasa di bagian bokong hingga kaki, yang mungkin memburuk setelah duduk dalam waktu yang lama, naik tangga, berjalan, atau berlari.
Anisa, melalui akun TikTok miliknya, @nisaaod, pada Kamis, 4 Maret 2021 lalu, mengunggah pengalamannya divonis dokter mengidep Sindrom Piriformis. Ia pun menceritakan bahwa dirinya kerap duduk lama bahkan berjam-jam dalam sehari dan tidak pernah berolahraga.
Dalam unggahannya, Anisa menceritakan bagaimana ia pernah sampai duduk selama lebih dari 15 jam dalam sehari untuk belajar dan mengerjakan tugas. Ia juga jarang olahraga dan kurang tidur.
“Tiap hari duduk lebih dari 15 jam. Tidur terlama cuma 5 jam. Duduk dari pagi sampai pagi lagi. Tidak pernah olahraga. Dan.. Surprise.. Piriformis Syndrom,” tulisnya dalam video.
“Wajib renang seminggu sekali. Harus terapi tiap Minggu. Intinya yang berlebihan itu tidak bagus gais,” lanjutnya.
@icaaaaaahk Assalamualaikum beban orang tua #fyp #secukupnya
Anisa mengungkapkan, dirinya telah mengidap Sindrom Piriformis sejak Juni 2020 lalu. Awalnya ia hanya merasakan sakit sesekali. Namun akhirnya rasa sakit itu semakin sering dirasakan.
“Awalnya bulan Juni itu sakitnya masih dikit banget. Sakitnya itu datangnya cuma dua kali sebulan kurang lebih. Tapi lama kelamaan sekitar bulan Agustus-November gitu makin terasa.”
“Hampir tiap hari kalau saya kuliah dan kerjain tugas sambil duduk gitu mulai terasa sakitnya. Kalau lama duduk akhirnya kadang saya belajarnya diselingin gitu kadang sambil berbaring kalau udah kelamaan duduk,” kata Anisa, dikutip Tribunnews, Minggu (14/3/2021).
Hingga akhirnya, saat memasuki masa liburan semester ia berpikir bahwa rasa sakit yang dialaminya akan berkurang karena dirinya akan lebih banyak waktu beristirahat. Namun ternyata, rasa sakit itu tetap ia rasakan meskipun saat sedang berbaring.
“Saya berpikir pasti sakitnya ini hilang kalau saya lebih banyak berbaring. Eh ternyata saya salah. Sakit dan nyerinya itu tetap ada ketika saya berbaring,” ungkap gadis asal Bau-Bau, Sulawesi Tenggara ini.
Anisa mengaku rasa sakit yang ia rasakan terasa hingga ke kaki. Bahkan, terkadang kakinya terasa pegal walaupun ia tidak melakukan aktivitas apa pun. Dan apabila berdiri terlalu lama, Anisa dapat merasakan sakit di bagian lutut hingga telapak kaki.
Anisa pun akhirnya memutuskan untuk memeriksakan kondisinya ke dokter. Beruntung gejala Sindrom Piriformis yang dialaminya belum terlalu parah.
“Kebetulan sindrom piriformis yang saya alami ini belum terlalu parah, jadi rasa sakitnya itu kaya nyeri ketika duduk lebih dari 5 menit. Akhirnya saya memutuskan untuk memeriksakan ke doker sekitar bulan Februari kemarin,” papar Nisa.
Menurut dokter yang memeriksanya, Sindrom Piriformis yang dialami Anisa disebabkan karena duduk terlalu lama. Sehingga membuat otot piriformis yang tertekan.
“Penyebabnya itu kata dokter karena sya duduk terlalu lama yang mengakibatkan otot priformis saya tertekan sekali,” tuturnya.
Kini, untuk bisa sembuh Anisa pun harus menjalani terapi secara rutin. Terapi yang dibantu fisioterapi tersebut terdiri dari beberapa jenis, seperti terapi pemanasan menggunakan alat, serta pemijatan di bagian yang sering mengalami nyeri.
Setelah melakukan terapi selama kurang lebih sebulan, Anisa pun mengaku rasa nyeri yang dialaminya sudah mulai berkurang. “Saya terapi sudah kurang lebih satu bulan. Tetapi nyerinya masih terasa walau sudah sangat berkurang dari sebelumnya,” tukasnya.