Beranda Edukasi Pendidikan Medsos Ciptakan Generasi  WTS,  Gerakan Literasi Perlu Digalakkan

Medsos Ciptakan Generasi  WTS,  Gerakan Literasi Perlu Digalakkan

Ngateman, SPd (kiri), Triad Suparman, MPd (tengah), Suharno (kanan) saat bincang-bincang tentang karakter siswa / Dok Sekolah

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM  Di era digital dewasa ini, literasi di kalangan generasi muda telah tergusur dengan budaya membaca dan menulis secara instan melalui media sosial (Medsos).

Padahal, budaya baca Medsos sejatinya menciptakan generasi muda WTS. Tunggu dulu! WTS bukan berarti “Wanita Tuna Susila”, melainkan generasi Waton Sulaya, alias anak-anak muda yang berpikiran pendek, berwawasan sempit dan asal tabrak.

Demikian diungkapkan oleh Dosen Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, Suharno dalam bincang-bincang di Depanska Studio milik SMP Negeri 8 Surakarta, Jumat (21/5/2021) pagi.

Bincang-bincang yang mengusung tema Implementasi Penguatan Karakter dalam Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila itu dimoderatori oleh Kepala SMP Negeri 8 Surakarta, Triad Suparman, MPd.

Hadir juga dalam kesempatan tersebut narasumber kedua, yakni Ketua Komite SMP Negeri 8 Surakarta, Ngateman, SPd.

Kenyataan tersebut, menurut Suharno cukup memprihatinkan. Karena itu, dia mendorong pihak sekolah untuk terus memotivasi siswa dengan gerakan literasi, dengan menghidupkan budaya membaca buku.

“Informasi di media sosial itu cenderung sepotong-sepotong. Hanya sekadar tahu informasi, namun tidak menambah wawasan dan kedewasaan,” ujar Suharno.

Baca Juga :  Prof. Dr. Sri Yamtinah Dikukuhkan sebagai Guru Besar Evaluasi dan Pembelajaran Kimia di UNS

Sementara itu, dalam paparan di awal, Kepala SMP Negeri 8 Surakarta, Triad Suparman menjelaskan, setidaknya ada enam karakter profil pelajar Pancasila.

Keenam karakter tersebut adalah (1) Bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia. Kedua, berkebinekaan global (2) berkebinekaan global (3) kemampuan bergotong royong (4) mandiri (5) bernalar kritis (6) kreatif dan mampu memodifikasi serta menghasilkan sesuatu yang orisinil, bermakna, bermanfaat dan berdampak.

“Ini merupakan pengembangan dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang berlangsung dari 2015-2019 lalu. Mulai tahun 2020 dikembangkan menjadi Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) yang bertujuan membentuk profil pelajar Pancasila,” ujar Triad Suparman.

Sedangkan Ngateman selaku Komite Sekolah SMP Negeri 8 Surakarta lebih banyak memberikan contoh-contoh bagaimana program PPK selama ini telah diterapkan di sekolah yang pernah meraih penghargaan Adi Wiyata tingkat nasional tersebut.

Salah satu yang dincontohkan adalah tentang kerukunan beragama. Di sekolah tersebut, menurut Ngateman, toleransi antara siswa yang berbeda keyakinan sangat tinggi.

Baca Juga :  Prof. Dr. Sri Yamtinah Dikukuhkan sebagai Guru Besar Evaluasi dan Pembelajaran Kimia di UNS

“Misalnya, di sekolah ini bagi para siswa muslim ada jadwal salat dhuha maupun salat azar. Demikian pula, pada waktu-waktu tertentu, siswa yang beragama Kristen dan Katolik memiliki jadwal sendiri untuk pendalaman iman,” ujar Ngateman.

Toleransi antar iman tersebut, menurut Ngateman, bahkan sudah teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah. Para siswa bahu membahu memberikan bantuan kepada teman yang membutuhkan bantuan. Suhamdani